SUARAGONG.COM – Kasus tragis meninggalnya pengemudi ojek online (Ojol), Affan Kurniawan, yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob Polda Metro Jaya, masih menyisakan tanda tanya besar di mata publik. Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menyatakan dua anggota Brimob berpotensi mendapat sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Brimob Lindas Ojol hingga Tewas, 2 Anggota Terancam Dipecat: Formalitas atau Keadilan untuk Publik?
Kedua anggota tersebut adalah Kompol Kosmas K Gae, perwira dengan pangkat tertinggi yang berada di rantis, serta Bripka Rohmat, sopir kendaraan yang menabrak Affan di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Kamis lalu.
“Untuk kategori pelanggaran berat dapat dituntut dan ancamannya adalah pemberhentian tidak dengan hormat,” ungkap Brigjen Agus Wijayanto, Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Propam Polri, Senin (1/9/2025).
Sementara itu, lima anggota Brimob lainnya yang berada di bagian belakang rantis hanya dikenakan dugaan pelanggaran kategori sedang. Mereka adalah Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Baraka Yohanes Davidbripk, dan Baraka Jana Edi.
Baca Juga : Media Internasional Sorot Demo Indonesia: Tragedi Affan Jadi Sorotan Global
Sanksi Kepada 5 Anggota Lainnya
Propam Polri menyebut sanksi yang bisa dijatuhkan kepada kelima anggota tersebut antara lain penempatan khusus (patsus), mutasi atau demosi, penundaan kenaikan pangkat, hingga penundaan pendidikan. Seluruh proses pemeriksaan etik disebut sudah rampung dan tinggal menunggu keputusan final.
Namun, publik masih mempertanyakan: apakah ini hanya sebatas formalitas seremonial untuk meredam kemarahan masyarakat?. Atau benar-benar akan ditegakkan sebagai bentuk keadilan untuk korban?
Pasalnya, kasus ini menyentuh aspek fundamental: kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Netizen ramai menyuarakan kekhawatiran bahwa sanksi pemecatan hanya sekadar ancaman di atas kertas, sementara praktiknya bisa berbeda.
Baca Juga : Prabowo Janji Pemerintah Jamin Kehidupan Keluarga Affan Kurniawan
Kepergian Affan Jadi Luka Abadi dan Matinya Demokrasi
Kematian Affan Kurniawan yang sedang mencari nafkah sebagai pengemudi ojol bukan hanya tragedi personal, tapi juga menjadi simbol rapuhnya perlindungan warga sipil ketika berhadapan dengan aparat negara. Publik kini menanti: apakah proses ini akan melahirkan preseden transparansi dan akuntabilitas. Atau justru menambah daftar panjang kasus aparat yang menguap begitu saja.
Keadilan mana yang dilindungi, Namun siapa yang dilindas sampai mati? Apakah Demokrasi?.(Aye)