950 Anak di Poncokusumo Tak Sekolah, Camat Ungkap Penyebabnya

Poncokusumo Masuk Daerah ATS Tertinggi di Malang

Share

SUARAGONG.COM – Jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Malang ternyata masih sangat tinggi. Berdasarkan data dashboard ATS Pusdatin Kemendikdasmen tahun 2025, tercatat ada 19.960 anak yang tidak mengenyam pendidikan. Angka ini mencakup kategori drop out (DO), lulus tidak melanjutkan (LTM), hingga belum pernah bersekolah (BPB).

Poncokusumo Masuk Daerah Anak Tidak Sekolah Tertinggi di Malang

Dari total tersebut, Kecamatan Poncokusumo menjadi wilayah dengan jumlah ATS tertinggi keempat setelah Dampit, Sumbermanjing Wetan, dan Singosari.

“Di Kecamatan Poncokusumo ada 950 anak yang tergolong ATS dan mayoritas adalah usia SMP,” ujar Camat Poncokusumo, Didik Agus Mulyono, saat ditemui beberapa waktu lalu.

Baca Juga : Pemkot Malang Optimis: 41 Persen Kasus ATS Di Kota Malang Tertangani

Rincian ATS di Poncokusumo

  • Belum Pernah Bersekolah (BPB): 231 anak
  • Jenjang SD/sederajat: 17 DO dan 113 LTM
  • Jenjang SMP/sederajat: 209 DO dan 219 LTM
  • Jenjang SMA/sederajat: 150 DO
  • Usia di atas sekolah: 11 orang

Didik menyebut, tingginya jumlah ATS di wilayahnya juga berkaitan dengan maraknya pernikahan dini.

“Jumlah pastinya saya tidak hafal, tapi angka pernikahan dini cukup berpengaruh,” jelasnya.

Motivasi Rendah dan Faktor Ekonomi Jadi Penyebab

Menurut Didik, faktor utama yang membuat anak-anak berhenti sekolah adalah minim motivasi, baik dari anak maupun orang tua. Banyak yang belum menganggap penting pendidikan 12 tahun.

“Karena tidak ada dorongan, banyak yang akhirnya memilih menikah meski belum cukup usia,” tambahnya.

Selain itu, faktor ekonomi turut memperburuk kondisi. Anak-anak dari keluarga menengah ke bawah yang tak memiliki semangat melanjutkan pendidikan, lebih memilih bekerja.

Satgas Saber ATS Diterjunkan

Untuk menekan angka ATS, Kecamatan Poncokusumo membentuk Satgas Saber ATS. Tim ini bertugas menyisir seluruh desa by name by address, memastikan setiap data diverifikasi langsung di lapangan.

Satgas juga akan mendorong anak-anak kembali bersekolah, baik lewat jalur formal maupun nonformal.

“Kalau memang terkendala ekonomi, kami ajukan beasiswa. Bisa dari pengusaha, Baznas, atau lembaga pemerintah lainnya,” ujar Didik.

Ia juga berencana membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta untuk menjadi orang tua asuh bagi anak-anak ATS. Dengan berbagai langkah tersebut, Poncokusumo menargetkan permasalahan ATS dapat tuntas dalam tiga tahun secara bertahap. (NIf/Aye/sg)