SUARAGONG.COM – Badai tropis Trami baru-baru ini menerjang Filipina, menyebabkan kehancuran besar dan krisis kemanusiaan di berbagai wilayah negara tersebut. Sejak mulai menerjang Filipina pada 24 Oktober 2024, badai ini memicu banjir besar, menyebabkan korban tewas, dan memaksa ratusan ribu warga meninggalkan rumah mereka demi keselamatan. Hingga Senin, 28 Oktober 2024, menurut laporan AFP, setidaknya 110 orang dinyatakan tewas dan 42 orang masih hilang. Bencana ini tercatat sebagai salah satu badai paling mematikan yang melanda Filipina sepanjang tahun.
Menurut Kantor Pertahanan Sipil Filipina, Trami memicu kondisi darurat di sejumlah wilayah negara tersebut. Tingginya korban jiwa dan luasnya wilayah yang terkena dampak menggarisbawahi parahnya kerusakan akibat badai ini. Ariel Nepomuceno, Kepala Kantor Pertahanan Sipil Filipina, menyatakan bahwa Trami merupakan badai paling mematikan sepanjang tahun ini.
“Trami adalah badai paling mematikan yang melanda sepanjang tahun ini, terutama dengan jumlah korban yang dilaporkan.” Ungkapnya.
Banyak desa terpencil di Filipina yang masih sulit dijangkau, sehingga operasi pencarian dan penyelamatan terus dilakukan untuk menemukan korban yang hilang.
Selain itu, Presiden Filipina Ferdinand Marcos pada Minggu lalu berjanji bahwa bantuan akan terus disalurkan ke wilayah-wilayah yang terdampak parah, terutama di Provinsi Camarines Sur. Wilayah yang terletak di Bicol ini mengalami kerusakan terparah akibat banjir besar yang menyertai badai tersebut. Dalam pernyataan yang disampaikan melalui akun media sosialnya, Marcos menggarisbawahi pentingnya upaya bersama untuk pemulihan pascabencana.
“Melalui udara, darat, atau laut, kami akan terus memberikan dukungan. Bersama-sama, kita akan bangkit kembali.” Kata Presiden Marcos.
Baca juga: Badai Ekonomi Global: Ancaman Nyata Bagi Dunia Kerja
Kerusakan di Wilayah Lain
Selain Camarines Sur, Provinsi Batangas yang berada di selatan Manila juga mengalami kerusakan hebat. Dengan jumlah korban jiwa yang terus meningkat. Pada Minggu, angka kematian di provinsi ini dilaporkan mencapai 60 orang. Jumlah ini berpotensi bertambah seiring dengan upaya tim penyelamat yang kini mulai bisa mencapai area-area yang sebelumnya terisolasi. Edgar Posadas, juru bicara Kantor Pertahanan Sipil Filipina, memperkirakan bahwa korban jiwa akan terus bertambah dalam beberapa hari mendatang.
Kondisi ini mendorong pemerintah Filipina untuk mempercepat penanganan darurat di seluruh area terdampak badai. Ribuan relawan dan petugas penyelamat dikerahkan untuk membantu proses evakuasi, pencarian korban hilang. Serta memberikan bantuan medis kepada para korban yang terluka. Prioritas utama saat ini adalah menyelamatkan korban yang masih terjebak di area yang sulit diakses akibat jalanan yang terendam banjir atau terhalang longsor.
Pada Minggu sore, badai Trami juga bergerak ke arah barat, mencapai kawasan Vietnam tengah dan membawa dampak serupa di sana. Otoritas bencana nasional Vietnam melaporkan bahwa badai ini disertai dengan hujan lebat dan angin kencang dengan kecepatan hingga 74 kilometer per jam. Di Da Nang, sebuah kota pesisir Vietnam, angin kencang akibat badai tersebut menumbangkan pohon-pohon dan merobohkan kabel listrik, menyebabkan pemadaman listrik di beberapa area. Di Vietnam, laporan awal menyebutkan bahwa tiga orang tewas di provinsi Quang Nam dan Thua Thien Hue sebelum dan saat badai mendarat.
Asia-Pasifik Semakin Rentan Badai Besar
Bencana ini menunjukkan bahwa kawasan Asia-Pasifik semakin rentan terhadap badai-badai besar yang terjadi lebih sering dan lebih kuat dari sebelumnya. Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa intensitas badai di kawasan ini meningkat akibat perubahan iklim. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan badai yang cenderung semakin kuat dan sering terjadi di dekat garis pantai. Akibat perubahan iklim, badai juga dapat berlangsung lebih lama di daratan, menyebabkan lebih banyak kerusakan dan mengancam keselamatan penduduk.
Badai tropis Trami tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat yang terdampak langsung, tetapi juga menjadi pengingat akan besarnya risiko yang dihadapi oleh negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Kondisi iklim yang ekstrem ini tidak hanya memicu krisis kemanusiaan, tetapi juga membebani pemerintah yang harus terus menerus melakukan upaya penanganan darurat dan pemulihan. Di Filipina, misalnya, bencana ini berdampak pada ekonomi nasional karena banyak infrastruktur penting yang rusak dan memerlukan waktu serta biaya besar untuk dipulihkan.
Pemerintah Filipina berharap masyarakat internasional dapat membantu penanganan dampak bencana ini. Bantuan dalam bentuk dana, peralatan, dan dukungan tenaga medis sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses pemulihan. Sementara itu, pemerintah juga berupaya memperbaiki sistem peringatan dini serta memperkuat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang tidak dapat diprediksi.
Badai tropis Trami telah membawa kehancuran dan menimbulkan kesedihan bagi banyak keluarga yang kehilangan orang yang mereka cintai. Dalam situasi yang penuh tantangan ini, masyarakat Filipina berusaha untuk bangkit dan memperkuat solidaritas satu sama lain untuk memulihkan kembali kehidupan mereka. (rfr)
Baca Berita Terupdate lainnya melalui google news