Probolinggo, Suaragong – Pemilu semakin dekat. Alat peraga kampanye (APK) semakin bertebaran di pinggir jalan. Bahkan banyak banner caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten yang dipasang dengan dipaku pada pohon-pohon. Tak hanya banyak ditemui di pusat kota. APK dengan memaku pada pohon juga banyak terpasang di jalan pelosok kelurahan, hingga pinggir sawah.
Kondisi itu menjadi keprihatinan KPU Kota Probolinggo.
“Kami prihatin di masa kampanye ini masih banyak APK yang dipaku di pohon-pohon. Yang juga harus diperhatikan, parpol jangan memasang APK berdekatan dengan tempat ibadah, fasilitas pendidikan, hingga kesehatan. Sesuai ketentuan jaraknya minimal 15 meter,” kata Komisioner KPU Kota Probolinggo Divisi Sosialiasi Pendidikan Pemilih (Sosdiklih), Radfan Faisal, dalam diskusi yang digelar bersama wartawan, PPK, dan PPS, di Resto Tenda, Beejay Bakau Resort (BJBR), Probolinggo, Sabtu malam, (23/11/2023).
Radfan Faisal mengatakan, pemasangan alat peraga kampanye sudah ada aturannya. Yang pasti menurut aturan pemasangan tidak boleh dipasang di tempat umum, tempat pendidikan, beribadatan, fasilitas pemerintah serta pemasangan di pohon dengan cara dipaku.
“Peraturan itu sudah ada di PKPU no 13 Tahun 2020, mengulas perihal aturan pemasangan baliho dan lain lain. Mungkin sanksi yang terlalu ringan hanya berupa teguran atau karena yang memasang kadang tidak paham tempat yang boleh atau tidak boleh dipasang APK,” tandasnya.
Terkait kampanye dalam bentuk rapat umum, lanjutnya, bukan rahasia lagi diikuti anak-anak, yang seharusnya tidak diperlolehkan (dilarang). Mereka datang tentu saja karena diajak oleh orangtuanya.
“Sampai terpikir dalam benak saya, apa sebaiknya ada penitipan anak di dekat tempat kampanye,” ucap Radfan Faisal.
Sementara, Ketua Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, Machmud Suhermono mengatakan, pendidikan politik di negeri ini tidak bisa hanya mengandalkan partai politik (parpol) peserta pemilihan umum (pemilu). Sebab, biasanya parpol-parpol itu baru bergerak mengedukasi kader dan anggotanya menjelang Pemilu.
Karena itu media diminta berperan ikut memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas.
“Saya prihatin masih sedikit parpol yang memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas. Kebanyakan parpol memberikan pendidikan politik bagi kader dan konstituennya menjelang dan saat pemilu, setelah itu dibiarkan atau dilupakan,”tuturnya.
Padahal jika masyarakat melek atau mengerti politik tentu sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan pemilu yang langsung, umum, bersih, jujur, adil (luberjurdil) dan bermartabat. Bahkan, menekankan wartawan dituntut ikut memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas. Karena fungsi pers sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40/1999, yakni fungsi infomasi dan fungsi edukasi.
“Memang dalam praktinya di lapangan, ada kendala semisal, anak-anak milineal (generasi Z) tidak memperoleh informasi dari membaca, mendengarkan, atau menyaksikan media. Mereka dengan gadgetnya, lebih banyak memperoleh info dari media sosial,” terang Machmud Suhermono
Tak hanya itu, Machmud Suhermono menunjukkan data, jumlah pemilih pada Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222, seperempat di antaranya 25 persen adalah generasi Z. Tentu kalangan milenial ini tidak bisa diabaikan kepentingan dalam pemilu.
“Anda yang berkecimpung di media bisa menyiasati dengan cara mengunggah produk media ke media sosial biar generasi milenial ini membacanya,”sebutnya.
Terkait politik, media harus bersikap independen dan tidak condong terhadap kepentingan parpol tertentu. Memang seperti ditanyakan peserta diskusi, menjadi repot ketika pemilik media yang notabene ketua atau fungsionaris parpol tertentu ikut campur tangan ke dalam ruang redaksi.
Baca juga : Presiden Jokowi Tegaskan Presiden Boleh Kampanye
“Kami menyadari di era pers konglomerasi seperti sekarang, independensi wartawan benar-benar diuji luar-dalam. Justru kepercayaan publik dipertaruhkan, apakah media itu tetap menyuarakan aspirasi masyarakat luas atau cenderung kepada kepentingan pemilik modal (perusahaan) pers,” pungkas Machmud Suhermono. (hud/man)