SUARAGONG.COM – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menegaskan komitmennya untuk menindak tegas setiap pegawai yang terbukti terlibat dalam praktik impor pakaian bekas ilegal atau thrifting. Penegasan itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Bea Cukai Tegas: Oknum Terlibat Impor Thrifting Ilegal Akan Dipecat
Djaka merespons pengakuan perwakilan pedagang thrifting yang menyebut biaya masuk satu kontainer pakaian bekas ilegal bisa mencapai Rp550 juta dan diduga melibatkan oknum tertentu dalam prosesnya.
“Kalau memang itu dari pegawai Bea Cukai, ya pasti kita akan selesaikan. Yang pasti jadi pengangguran (dipecat), begitu saja,” tegas Djaka.
Ia menyebut kabar pungutan Rp550 juta per kontainer sebagai informasi menyesatkan. Meski demikian, pihaknya tetap melakukan pemeriksaan internal untuk memastikan ada atau tidaknya keterlibatan aparatur Bea Cukai dalam praktik tersebut.
“Itu informasi yang tidak jelas, menyesatkan. Tapi kalaupun ada oknum yang memanfaatkan, pasti sudah kita selesaikan,” ujarnya.
Pengakuan Pedagang Thrifting: Semua Barang Masuk Secara Ilegal
Pernyataan Djaka muncul setelah sebelumnya perwakilan pedagang thrifting Pasar Senen, Rifai Silalahi, mengungkapkan bahwa hampir seluruh pakaian bekas yang dijual di pasar masuk secara ilegal. Ia menyebut biaya masuk satu kontainer pakaian bekas mencapai sekitar Rp550 juta, dan jumlahnya bisa menembus 100 kontainer per bulan.
“Baju thrifting ini hampir semuanya ilegal masuknya, Pak. Kami berharap ke depan bisa dilegalkan. Kita mau bayar pajak, itu yang utama,” kata Rifai dalam rapat bersama Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI, Rabu (19/11/2025).
Baca Juga : Menkeu Purbaya Tak Beri Toleransi untuk Impor Pakaian Bekas Ilegal
Pedagang Jadi Korban
Rifai menegaskan bahwa pedagang sebenarnya menjadi korban karena adanya pihak tertentu yang memfasilitasi masuknya barang-barang tersebut.
“Barang itu bisa masuk tidak mungkin tiba-tiba terbang sendiri sampai Indonesia. Artinya ada yang memfasilitasi. Kami ini sebenarnya korban, Pak,” ujarnya.
Pemerintah sebelumnya juga menggagalkan ekspor ilegal produk CPO senilai Rp28,7 miliar sebagai bagian dari penguatan pengawasan perdagangan ilegal di Indonesia. (Aye/sg)