SUARAGONG.COM – Kita Ucapkan Selamat Tinggal pada musim hujan dan sambut kembali musim kemarau! Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada Juni hingga Agustus 2025. Plt. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebutkan bahwa awal musim kemarau di beberapa wilayah diperkirakan terjadi sesuai normalnya. Sementara di beberapa daerah lainnya akan mengalami keterlambatan perubahan musim.
BMKG: Puncak Musim Kemarau Terjadi Pada Juni-Agustus 2025
“Jika dibandingkan dengan rata-rata klimatologi periode 1991-2020, maka Awal Musim Kemarau 2025 diprediksi terjadi pada periode yang sama dengan normalnya di 30% zona musim (ZOM), mundur di 29% ZOM, dan maju di 22% ZOM,” ungkap Dwikorita dalam konferensi pers di Kantor Pusat BMKG, Kemayoran, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Wilayah dengan Pola Awal Musim Kemarau Berbeda
BMKG memprediksi bahwa awal musim kemarau akan terjadi sesuai normalnya di beberapa wilayah seperti:
- Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, sebagian Maluku, serta sebagian Maluku Utara.
Sementara itu, beberapa wilayah diprediksi mengalami keterlambatan awal musim kemarau, yakni:
- Kalimantan bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian Sulawesi, Maluku Utara, dan Merauke.
Baca Juga : BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat di Awal Ramadan
Karakteristik Musim Kemarau 2025
Jika dibandingkan dengan kondisi klimatologinya, BMKG memprediksi bahwa musim kemarau 2025 akan bersifat:
- Normal di 60% wilayah (416 ZOM), meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa bagian timur, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku, dan sebagian besar Papua.
- Atas Normal di 26% wilayah (185 ZOM), termasuk sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat dan tengah, Bali, NTB, NTT, sebagian kecil Sulawesi, dan Papua bagian tengah.
- Bawah Normal di 14% wilayah (98 ZOM), meliputi Sumatera bagian utara, sebagian kecil Kalimantan Barat, Sulawesi bagian tengah, Maluku Utara, dan Papua bagian selatan.
“Puncak musim kemarau 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus,” tambah Dwikorita.
Baca Juga :Musim Pancaroba, Petugas Damkar dan BBKSDA Jatim Panen Ular
Dinamika Atmosfer-Laut: Netral, Tidak Ada Pengaruh Kuat El Niño dan La Niña
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemantauan suhu muka laut pada awal Maret 2025. Fenomena La Niña di Samudra Pasifik telah bertransisi menuju fase Netral. Begitu pula dengan Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudra Hindia yang juga berada pada fase Netral.
“Kondisi ini berarti musim kemarau 2025 cenderung normal tanpa dampak signifikan dari pola iklim global seperti El Niño atau La Niña. Namun, beberapa wilayah tetap berpotensi mengalami curah hujan lebih tinggi dari biasanya,” jelas Ardhasena.
Ia juga menambahkan bahwa musim kemarau 2025 tidak akan sekering tahun 2023 yang dipengaruhi oleh El Niño kuat, sehingga risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) diharapkan lebih rendah.
Baca Juga: Pengerajin Dupa di Wagir Kesulitan Produksi saat Musim Hujan
Sektor yang Perlu Mewaspadai Dampak Kemarau
1. Pertanian:
- Menyesuaikan jadwal tanam di daerah yang mengalami kemarau lebih awal atau lebih lambat.
- Menggunakan varietas tahan kekeringan dan mengoptimalkan pengelolaan air.
2. Kebencanaan:
- Meningkatkan kesiapsiagaan terhadap risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di wilayah yang mengalami musim kemarau normal atau lebih kering.
3. Lingkungan:
- Mewaspadai penurunan kualitas udara di kota-kota besar dan wilayah rawan karhutla.
- Mengantisipasi suhu panas dan kelembaban tinggi yang bisa berdampak pada kesehatan masyarakat.
4. Energi & Sumber Daya Air:
- Menghemat penggunaan air untuk menjaga keberlanjutan pasokan air di PLTA, irigasi, dan kebutuhan air baku.
- Memanfaatkan sumber air alternatif dan memastikan distribusi air yang efisien.
“BMKG mengimbau agar informasi dalam prediksi musim kemarau ini dapat menjadi dasar bagi berbagai sektor untuk mempersiapkan langkah antisipasi, guna memaksimalkan sumber daya sesuai dengan kondisi iklim di wilayah masing-masing,” tutup Dwikorita. (aye)
Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News