SUARAGONG.COM – Gelaran Bromo Sunset Music and Culture Vol. 9 kembali menghadirkan panggung seni yang tidak hanya memukau secara visual, tetapi juga menjadi forum diplomasi budaya dan lingkungan berskala internasional. Acara yang berlangsung di Amphitheater Seruni Point, Sabtu (6/12/2025), mempertemukan pemerintah daerah, masyarakat Tengger, serta delegasi Keluarga Alumni Persahabatan Indonesia–Jepang Abad 21 (KAPPIJA 21) yang sedang mengikuti Regional Leader Forum (RLF) dan National Leader Forum (NLF) 2025.
Bromo Sunset Music and Culture Vol. 9: Diplomasi Ekologi dan Budaya
Ratusan peserta KAPPIJA 21 dari berbagai negara—termasuk Indonesia, Jepang, Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, hingga Timor Leste—hadir dan menikmati rangkaian kegiatan yang dirancang harmonis antara seni, budaya, dan nilai ekologis. Kehadiran mereka menegaskan posisi Bromo sebagai ruang pertemuan strategis bagi pemimpin muda ASEAN dan Jepang dalam konteks pembelajaran lintas bangsa.
Para delegasi disambut langsung oleh Bupati Probolinggo dr. Mohammad Haris, didampingi Kepala Disdikdaya Hary Tjahjono dan Kepala Disporapar Heri Mulyadi. Sambutan tersebut menjadi simbol kuatnya relasi budaya dan keterlibatan masyarakat lokal dalam agenda internasional.
Kolaborasi Konservasi Alam Lewat Diplomasi Warga
Salah satu agenda paling berkesan adalah penyerahan bibit pohon dari KAPPIJA 21 kepada masyarakat Tengger. Bibit tersebut akan ditanam sebagai dukungan terhadap program konservasi ekologi di kawasan Bromo.
Dalam filosofi KAPPIJA 21, upaya pelestarian lingkungan merupakan bentuk people-to-people diplomacy—hubungan antarindividu yang berdampak pada persahabatan jangka panjang dan keberlanjutan alam.
Alasan Bromo Dipilih untuk Agenda Ekologi Internasional
Ketua Umum KAPPIJA 21, Sjahriati Rochmah atau Maddam TJ, menjelaskan bahwa Bromo dipilih karena memadukan filosofi tradisi lokal dengan komitmen ekologis.
“Beberapa waktu yang lalu ada The Seven Lakes Festival dan tahun akan datang ada The Seven Beach. Ini membuat kami penasaran untuk berkunjung ke Kabupaten Probolinggo. Bromo memiliki filosofi yang menarik untuk kegiatan peduli lingkungan,” ujarnya.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa Bromo tidak hanya memesona secara alamiah, tetapi juga memiliki makna mendalam sebagai ruang kontemplasi ekologi.
Kesan Delegasi Internasional tentang Keindahan Bromo
Makotosumiya, delegasi asal Jepang yang baru pertama kali datang ke Bromo, mengaku terpesona dengan kombinasi budaya lokal, keindahan senja, dan alam pegunungan Tengger. Pertunjukan budaya dan musik yang berpadu dengan panorama lautan pasir Bromo memberikan pengalaman tak terlupakan bagi seluruh delegasi.
Baca Juga : Dishub Probolinggo Gelar Ramp Check Jeep Wisata Bromo
Bromo Menguatkan Posisi sebagai Sentra Ekowisata Dunia
Bupati Haris menegaskan bahwa kehadiran peserta lintas negara merupakan kehormatan besar.
“Kedatangan para delegasi ini adalah salah satu harapan kami. Mereka datang untuk menjalin persahabatan dan belajar banyak tentang kepemimpinan,” ujarnya.
Ia berharap interaksi tersebut menjadi jembatan promosi Kabupaten Probolinggo dalam konteks budaya, pariwisata, hingga konservasi alam di tingkat internasional.
Bromo Sunset Music and Culture Vol. 9 menegaskan bahwa acara budaya dapat menjadi medium diplomasi yang kuat. Melalui seni, interaksi warga, hingga aksi penanaman pohon, Bromo kembali menunjukkan perannya sebagai ruang pertemuan dunia yang menjunjung keberlanjutan.
“Bromo telah membuktikan diri sebagai destinasi dunia yang menyatukan keindahan alam, pertukaran budaya dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan,” kata Bupati Haris. (Duh/Aye/sg)