Malang, Suara Gong
Polisi terus mendalami kasus perkelahian antar siswa di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, hingga mengalami luka sayat di wajah, Selasa (31/10/2023) lalu. Kabarnya, Unit PPA Satreskrim Polres Malang tengah meminta keterangan dari korban maupun ayah korban untuk mencari tahu motif yang sebenarnya.
Bahkan Unit PPA Satreskrim Polres Malang sudah memeriksa tiga orang. Yakni Kepala Sekolah (Kasek) Madrasah Ibtidaiyah (MI), kemudian Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), dan teman ABH.
Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang Aiptu Erleha mengatakan, hasil keterangan pelaku, dirinya menyebut pelaku tanpa sengaja menyayat korban yang berinisial RAP (10). “Itu secara spontan disayatkan ke wajah korban. Dan benda itu bukan cutter. Tapi serpihan seng kecil berwarna hitam,” katanya.
Alasan pelaku yang berinisial H warga Jawa Tengah ini melukai korban, itu bermula saat pelaku bersama beberapa temannya sedang berada di dekat tong sampah.
“Kemudian si korban ini mengingatkan awas itu kena tong sampah, itu najis, kemudian teman si pelaku nggak terima, lapo kon?, akhirnya langsung menghampiri korban dan berusaha menendang, tapi menghindar, tidak sampai kena tendang,” katanya.
Bersamaan dengan itu, korban membalas memukul teman pelaku. Kemudian lanjut Leha, pelaku dan teman pelaku dipanggil oleh kepala sekolah. Karena teman pelaku ada luka cakar.
“Nah pada saat dipanggil ini, RAP malah lari. Lalu dikejar karena tidak menemui Bu guru. Terus, RAP ini memegang baju leher H. Karena tubuh RAP ini lebih tinggi dari H, walaupun secara usia lebih tua H, akhirnya secara spontan meraba tanah dan menemukan benda tersebut,” katanya.
Baca Juga : Gaes !!! KPU Kota Batu Kekurangan 20 Bilik Suara
“Walaupun sebenarnya, ia tidak bermaksud melukai. Hanya saja menakuti RAP agar menjauh,” lanjutnya. Dalam kesempatan yang sama Leha mengatakan, dari informasi yang beredar bahwa RAP disayat menggunakan cutter, itu tidak benar. Korban sendiri mengaku juga bukan cutter.
Saat ini Leha menyebut, pihaknya tengah berkomunikasi dengan Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kabupaten Malang untuk dilakukan pendamping psikolog. Karena, ia mendengar ada beberapa anak yang enggan bersekolah di sana. Termasuk korban yang merasa trauma.
Di samping itu, ia juga tengah berkordinasi secara intensif terkait jalur hukum yang akan ditempuh. Karena dari pihak keluarga mendesak diproses secara jalur hukum. Namun mengingat pelaku masih berusia belum 12 tahun, maka langkah itu hanya bisa ditempuh dengan diversi.
“Melibatkan Balai Pemasyarakatan (Bapas), Dinas Sosial dan DP3A dalam mengambil keputusan anak, mencari solusi terbaik buat anak baik sebagai pelaku dan korban,” pungkasnya. (nif/man)