Suaragong.com – Seiring dengan memasuki masa tenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, berbagai temuan pelanggaran pemilu mulai mencuat. Salah satunya adalah praktik politik uang yang terjadi di sejumlah daerah, yang melibatkan pembagian minyak goreng dan bahan kampanye berupa stiker. Praktik ini jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku, serta mencoreng proses demokrasi yang seharusnya berjalan dengan adil dan transparan.
Temuan Pembagian Minyak Goreng
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi (PPDatin) Bawaslu. Ia mengungkapkan bahwa dalam beberapa laporan yang diterima, terdapat temuan pembagian minyak goreng yang dilakukan oleh sejumlah pihak yang terlibat dalam kampanye Pilkada. Pembagian tersebut terjadi menjelang berakhirnya masa kampanye dan pada periode masa tenang. Hal yang seharusnya digunakan oleh semua pihak untuk mendinginkan situasi dan menyiapkan diri untuk mengikuti proses pencoblosan dengan adil.
“Minyak goreng sebagai barang kebutuhan pokok sering kali dijadikan komoditas dalam praktik politik uang. Tujuan utamanya adalah untuk menarik simpati pemilih dengan iming-iming barang sembako murah. Hal itu tentunya berpotensi besar untuk memengaruhi pilihan pemilih secara tidak sah,” jelas Koordinator Divisi PPDatin, yang enggan disebutkan namanya, dalam sebuah wawancara.
Politik Uang di Masa Tenang
Politik uang, yang pada prinsipnya merupakan upaya untuk mempengaruhi suara pemilih. Upaya tersebut melalui pemberian barang atau uang secara langsung, memang menjadi ancaman serius bagi keadilan pemilu. Dalam konteks Pilkada, pembagian minyak goreng ini tidak hanya berdampak pada proses pemilu itu sendiri, tetapi juga merusak integritas demokrasi yang seharusnya dijaga dengan baik.
Pasal 187 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang mengatur tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, dengan tegas melarang praktik kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pasal ini menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan kampanye di luar masa kampanye yang ditentukan, atau melakukan kegiatan yang bernuansa kampanye pada masa tenang, dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana penjara paling singkat 15 hari atau paling lama 3 bulan, dan/atau denda antara Rp100.000 hingga Rp1.000.000.
Dengan adanya pembagian minyak goreng pada masa tenang, jelas terdapat indikasi kuat bahwa pelanggaran hukum sedang terjadi. Pembagian sembako, terutama minyak goreng, di luar jadwal kampanye yang ditetapkan KPU, merupakan upaya yang disengaja untuk memengaruhi pilihan pemilih. Oleh karena itu, hal ini bisa dianggap sebagai bagian dari politik uang yang harus dihentikan sebelum merusak proses demokrasi lebih lanjut.
Bahan Kampanye Lain yang Ditemukan
Selain minyak goreng, laporan-laporan dari sejumlah daerah juga menyebutkan adanya pembagian stiker dan berbagai bahan kampanye lainnya pada masa tenang. Stiker-stiker yang berisi gambar pasangan calon (paslon) beserta slogan atau ajakan memilih, ditemukan dibagikan kepada warga pada periode yang seharusnya bebas dari kegiatan kampanye. Stiker-stiker ini jelas menjadi alat untuk mempengaruhi pilihan pemilih dengan cara yang tidak sah. Hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 187 UU Pemilu.
“Pembagian bahan kampanye pada masa tenang ini menciptakan ketidakadilan. Para calon kepala daerah yang tidak terlibat dalam praktik ini berada dalam posisi yang tidak setara. Ini sangat merugikan bagi demokrasi,” tambah Koordinator Divisi PPDatin Bawaslu tersebut.
Tindakan Tegas yang Diperlukan
Pelanggaran yang terjadi pada masa tenang Pilkada ini menunjukkan betapa pentingnya peran pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu dan pihak terkait lainnya. Untuk menjaga kualitas pemilu yang bersih, adil, dan transparan, tindakan tegas terhadap praktik politik uang sangat diperlukan. Bawaslu bersama aparat penegak hukum harus segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus-kasus tersebut. Mereka memastikan bahwa tidak ada ruang bagi praktik kotor yang dapat mencederai proses demokrasi.
Tidak hanya itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk ikut serta dalam pengawasan pemilu. Masyarakat perlu sadar bahwa setiap tindakan yang melanggar aturan, seperti pembagian barang atau uang yang berpotensi mempengaruhi pilihan mereka. Hal itu adalah tindakan yang merugikan masa depan demokrasi Indonesia.
“Seluruh pihak, baik itu penyelenggara pemilu, calon kepala daerah, maupun masyarakat, harus bekerja sama untuk memastikan Pilkada kali ini berlangsung dengan jujur dan adil. Jika dibiarkan, praktik semacam ini akan terus berulang dan mencoreng wajah demokrasi kita,” tegas sumber yang sama.
Oleh karena itu, pihak berwenang perlu segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku politik uang ini. Jika tidak, Pilkada yang seharusnya menjadi proses pemilihan pemimpin yang transparan dan adil, bisa terjerumus dalam praktik kecurangan yang merugikan masyarakat serta merusak kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi di Indonesia.
Baca Juga : Gaes !!! Satpol PP Surabaya Tertibkan Alat Peraga Kampanye di Masa Tenang Pemilu
Jangan Lupa ikuti terus Informasi, Berita artikel paling Update dan Trending Di Media Suaragong !!!. Jangan lupa untuk ikuti Akun Sosial Media Suaragong agar tidak ketinggalan di : Instagram, Facebook, dan X (Twitter). (Ind/Fz/Sg).