Gaes !!! Yuk Mengenal Tradisi ‘Nyewu’ Muslim Tengger

NYEWU: Muslim Tengger punya tradisi unik yang digelar sesaat sebelum acara besar, seperti khitanan atau pernikahan berlangsung, yakni Tradisi ‘Nyewu’. (foto: Laksono)

Share

Probolinggo, Suara Gong. Suku Tengger di lereng Bromo, mayoritas merupakan pemeluk agama Hindu. Namun, bukan berarti tidak ada penduduk agama lain di situ. Umat Muslim, Kristen, dan Budha, juga ada, kendati sebagai minoritas. Budaya setempat pun, terasimilasi dengan baik di antara pemeluk agama tersebut.

Termasuk, sejumlah tradisi lokal yang juga dijalankan oleh umat Muslim Tengger. Ada tradisi unik, yakni tradisi ‘Nyewu’ yang dilakukan muslim Tengger. Tradisi itu merupakan bentuk warisan leluhur yang dilakukan untuk mendoakan kerabat atau nenek moyang yang sudah tiada.

Baca Juga : Gaes !!! Kemenag Probolinggo Tunggu Surat Resmi, Soal Larangan Berhaji Lebih dari Sekali

Doa itu dilakukan, jika warga Tengger, hendak menggelar hajatan, atau selalu didahului dengan selamatan. Untuk penganut Hindu, selamatan itu lazim disebut ‘entas-entas’. Sementara dalam muslim Tengger, disebut tradisi ‘Nyewu’.

Muslim Tengger, kebanyakan bermukim di kawasan Desa Wonokerto. Sugeng Laksono, salah satu warga Wonokerto mengatakan, yang membedakan antara Entas-entas, dengan Nyewu, dari pelaksanaan ritualnya.

“Jika Entas – entas yang dilakukan oleh umat Hindu Tengger dengan sesajen yang begitu banyak. Lengkap dengan ayam panggang, serta gombal godong. Atau pakaian leluhur yang sudah meninggal, tergantung dari jumlah leluhur yang di entas atau di selamati. Tetapi pada tradisi ‘Nyewu’ sesajen yang pasang tidak sebanyak entas – entas,” terangnya, Senin (28/08/2023).

Sementara dalam Tradisi Nyewu, perlengkapan sesajen tidak memakai ayam panggang. Melainkan limas yang terbuat dari daun pisang, yang di ikat dengan janur. Berisi nasi dan lauk pauk serta jajan pasar.

Lalu ada pula Cepel untuk tempat beras, sebutir kelapa, gula, pisang satu sisir, kendil, lampu tempel, bantal, tikar, sepasang sandal, payung, janur dan kain kafan sebagai pembungkus. “Satu set perlengkapan sesajen itu untuk satu leluhur yang di selamati, atau istilahnya di ‘Sewu’,” imbuhnya.

Selanjutnya, setelah semua sajen ditata, para undangan yang hadir membacakan surat yasin dan tahlil. Dipanjatkan untuk leluhur atau kerabat yang sudah tiada. “Usai didoakan, sesajen tadi jadi rebutan warga yang hadir. Bisa dimakan atau dibawa pulang,” lanjutnya.

Lazimnya, tradisi ‘Nyewu’ ataupun entas-entas, dilaksanakan sehari sebelum acara khitanan atau bahkan pernikahan. Dengan tujuan, untuk memohon keselamatan pada Tuhan Yang Maha Esa. (sty/eko)