SUARAGONG.COM – Gaes, siap-sedia karena ada drama nasional yang bikin heboh timeline kita Cucun Ahmad Syamsurijal, wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR), tiba-tiba viral setelah bilang bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak perlu ahli gizi. Yeap, kamu nggak salah baca. Pernyataan itu jadi pusat perhatian banyak orang karena menyentuh soal tenaga profesional di ranah gizi yang selama ini dianggap penting banget.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Jadi gini dalam sebuah forum bersama Badan Gizi Nasional (BGN) dan para pihak terkait program MBG yaitu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cucun bilang bahwa usulan untuk “jangan ada embel-embel ahli gizi” muncul. Ia merespon dengan pernyataan seperti “Kalau istilah ‘ahli gizi’ dirubah, nanti yang masuk bukan ahli gizi” dan semacamnya. Nah, potongan video itu viral di media sosial dan memunculkan banyak kritik keras dari kalangan profesional gizi. Menurut laporan:
- Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa sarana prioritas adalah sarjana gizi yang menangani SPPG karena program MBG punya standar menu nasional.
- Dari pihak profesional gizi, Perhimpunan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) mengingatkan bahwa susun menu dan kontrol kualitas dalam program gizi itu bukan main-main. Butuh ilmu dan kompetensi khusus.
Baca juga: Rasiyo Dukung Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis agar Tepat Sasaran
Kenapa Pernyataan Itu Jadi Bom Waktu?
Beberapa alasan kenapa komentar Cucun meledak di publik:
- Karena soal gizi dan makanan bergizi gratis itu sensitif. Banyak anak sekolah, masyarakat rentan bergantung ke program MBG. Kalau katanya gak butuh ahli gizi, publik langsung curiga apakah kualitasnya bakal turun?
- Tenaga ahli gizi selama ini dianggap sebagai profesi penting di dunia kesehatan dan pendidikan. Jadi ketika seorang politikus bilang tak perlu. Ya pasti banyak yang geram.
- Video dan quotenya tersebar cepat di sosial media. Makin banyak yang ikut mengomentari, menyindir, bahkan menuntut klarifikasi dan maaf.
Baca juga: Polres Malang Selidiki Dugaan Keracunan Program Makanan Bergizi
Reaksi & Klarifikasi Cucun
Nah, setelah viral, Cucun akhirnya buka suara ia minta maaf lewat media sosial & bahkan bertemu dengan Ketua PERSAGI untuk berdiskusi. Dia menyatakan pernyataannya tertarik dari forum internal yang membahas kelangkaan sarjana gizi di beberapa daerah, dan bahwa inti pernyataannya adalah mencari solusi alternatif tenaga gizi saat terjadi kekurangan bukan maksud untuk meniadakan profesi ahli gizi. Dia juga mengatakan bahwa usulan jangan ada embel-embel ahli gizi datang dari forum, lalu dia menanggapi.
Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis untuk Santri Jombang
Dampak ke Program MBG & Tenaga Gizi
- Pihak BGN menegaskan bahwa setiap SPPG harus ada orang yang paham gizi dan idealnya adalah sarjana gizi.
- PERSAGI menegaskan bahwa tugas ahli gizi bukan cuma pilih menu, tapi hitung kebutuhan energi, protein, mikronutrien yang gak asal jadi.
- Publik dan netizen ikut angkat suara. Banyak posting Pray for Ahli Gizi Indonesia sebagai bentuk solidaritas dan sorotan bahwa profesi ini penting.
Baca juga: Evaluasi Program Makan Bergizi Perlu Dilakukan
Apa yang Bisa Kita Ambil?
Ketika seorang wakil rakyat bikin pernyataan yang terkesan meremehkan profesi, maka reaksi publik bisa cepat dan keras. Kasus ini mengingatkan kita bahwa:
- Profesi-profesi dibalik layar seperti ahli gizi punya peran vital dalam program sosial dan kesehatan nasional.
- Pernyataan publik harus berhati-hati, terutama jika menyangkut ranah profesional dan masyarakat rentan.
- Klarifikasi dan komunikasi yang transparan sangat penting agar tak salah persepsi dan mengundang kontroversi.
- Program sosial seperti MBG bukan cuma soal makan gratis, tapi soal kualitas, standarisasi dan keberlanjutan yang sangat bergantung pada tenaga yang tepat.
So, ya, pernyataan tak perlu ahli gizi dari Cucun ternyata bukannya hanya ketus aja, tapi memantik diskusi besar siapa yang berhak menentukan kualitas gizi, siapa yang punya kompetensi, dan bagaimana negara menjamin bahwa program untuk rakyat tetap bergizi secara nyata. (dny)