SUARAGONG.COM – Masalah pengelolaan air bersih kembali mendapat sebuah sorotan nih dari berbagai pihak. Hal ini, Setelah Surabaya Corruption Watch Indonesia (SCWI) mengajukan permohonan audiensi dengan Komisi A DPRD Kota Surabaya. SCWI menyoroti Tata kelola air bersih mandiri yang dilakukan oleh sejumlah pengembang perumahan elit di Surabaya, seperti Citra Land, Graha Famili, dan Royal Residence Menganti. Menurut mereka, praktik ini berpotensi melanggar regulasi dan berimbas pada kerugian negara.
Rapat dengar pendapat yang dipimpin Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Direktur Utama PDAM Surya Sembada, Arief Wisnu Cahyono, perwakilan BPSDA, Bagian Hukum dan Kerjasama Pemkot Surabaya, serta wakil dari tiga pengembang perumahan. Ketua SCWI, Hari Cipto Wiyono, juga hadir untuk menyampaikan temuan mereka.
Pengembang Bantah Dugaan Pelanggaran
Saat rapat berlangsung, perwakilan dari Citra Land, Graha Famili, dan Royal Residence Menganti membantah tudingan SCWI. Mereka menjelaskan bahwa tata kelola air secara mandiri bukanlah pelanggaran, melainkan solusi karena sejak 2022, jaringan PDAM belum menjangkau wilayah perumahan mereka. Bahkan hingga saat ini, pasokan air dari PDAM masih terbatas dan baru mengaliri sebagian wilayah.
Namun, Komisi A meminta agar tidak ada informasi yang simpang siur. Yona menekankan pentingnya keterbukaan dari semua pihak, baik Pemkot Surabaya, PDAM, maupun pengembang.
Baca Juga : Perumdam Tirta Pandalungan Jember Lakukan Pencucian Jaringan Pipa untuk Jaga Kualitas Air
“Kalau PDAM memang harus mengelola air di perumahan-perumahan ini agar kualitasnya terjamin, bagaimana teknisnya? Kalau ada pengelolaan mandiri, ke mana aliran dana dari sektor ini? Kita butuh kejelasan supaya tidak muncul dugaan yang tidak-tidak,” ujar Yona.
Yona juga menyoroti potensi kerugian bagi Pemkot Surabaya. “Kalau air bersih dikelola sendiri oleh pengembang, lalu uangnya ke mana? SCWI menduga ada potensi kerugian negara, sementara Pemkot saat ini sedang butuh tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Makanya, kami minta Wali Kota untuk mencermati masalah ini,” tambahnya.
Regulasi dan Aturan yang Berlaku
Rizal, perwakilan Bagian Umum dan Kerjasama Pemkot Surabaya, menjelaskan bahwa berdasarkan PP No. 112 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, penyelenggara layanan air minum harus berasal dari BUMN/BUMD, UPT/UPTD, kelompok masyarakat, atau badan usaha yang hanya melayani warga sendiri.
“Artinya, pengelolaan air oleh kelompok masyarakat atau pengembang perumahan masih dimungkinkan, selama sesuai aturan,” terang Rizal.
Sejumlah anggota dewan seperti Saifuddin Zuhri (Wakil Ketua Komisi A), Cahyo Siswo Utomo (Fraksi PDIP), dan Rio Pattiselanno (Fraksi PSI) menekankan bahwa semua pengelola air bersih wajib mematuhi regulasi yang berlaku. Namun, di sisi lain, mereka juga meminta PDAM Surya Sembada untuk terus meningkatkan pelayanan agar tidak ada alasan bagi pengembang untuk mengelola air secara mandiri.
Baca Juga : Gaes !!! Perum Jasa Tirta Gelar Aksi Resik Sungai Wonokromo untuk Kelestarian Lingkungan
Hasil Rapat: Transparansi Jadi Kunci
Dari rapat ini, Komisi A DPRD Surabaya merumuskan beberapa poin kesepakatan:
- Pengembang yang hadir wajib melampirkan salinan izin pengelolaan air di wilayah mereka sebagai bentuk transparansi.
- Pengembang juga diminta menunjukkan bukti penarikan biaya layanan air, sementara SCWI harus melampirkan bukti dugaan pelanggaran yang mereka laporkan.
- PDAM Surya Sembada dianggap sudah mampu memberikan layanan air bersih ke seluruh Surabaya, termasuk ke perumahan yang bersangkutan.
- Semua dokumen pendukung harus disampaikan secara resmi kepada Komisi A DPRD Kota Surabaya untuk evaluasi lebih lanjut.
Dengan adanya langkah ini, diharapkan tidak ada lagi polemik terkait pengelolaan air di Surabaya, dan semua pihak bisa bekerja sama demi kepentingan masyarakat luas.(Wahyu/aye)
Baca Juga Artikel Berita Terbaru Lainnya Dari Suaragong di Google News