Menko Yusril: Hukuman Mati Tidak Dihapus dari KUHP Nasional yang Baru

Menko Yusril: Hukuman Mati Tidak Dihapus dari KUHP Nasional yang Baru (kumham/LPT6)

Share

SUARAGONG.COM – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pidana mati atau Hukuman mati tetap diberlakukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru. Namun dengan pendekatan yang sangat hati-hati dan hanya diterapkan dalam kasus-kasus tertentu.

Menko Yusril Pastikan Pidana Mati Tidak Dihapus: Diterapkan Ketat dan Hati-Hati

Menurut Yusril, pidana mati tidak dihapus, melainkan ditempatkan sebagai sanksi pidana khusus. Yang mana dalam pelaksanaannya disertai dengan berbagai ketentuan dan syarat yang ketat.

“Pidana mati dalam KUHP Nasional bukan dihapus, tetapi merupakan pidana yang bersifat khusus dan hanya dijatuhkan serta dilaksanakan secara sangat hati-hati,” ujar Yusril dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

Ia menjelaskan, dalam KUHP yang baru, jaksa wajib mengajukan tuntutan hukuman mati disertai dengan alternatif hukuman lainnya. Alternatif itu seperti pidana penjara seumur hidup, agar majelis hakim memiliki pertimbangan dalam menjatuhkan putusan.

Selain itu, pelaksanaan pidana mati tidak bisa langsung dilakukan setelah vonis pengadilan dijatuhkan. Yusril menegaskan bahwa pidana mati baru dapat dieksekusi setelah permohonan grasi ditolak oleh Presiden.

“Mengajukan grasi atas pidana mati merupakan langkah wajib, baik oleh terpidana, keluarganya, atau penasihat hukumnya, sesuai ketentuan KUHAP,” jelasnya.

Baca Juga : KPK: Remisi untuk Napi Korupsi Sah Jika Sesuai Aturan

Menyoroti Ketentuan Pasal

Yusril juga menyoroti ketentuan Pasal 99 dan 100 KUHP yang memberi ruang bagi hakim untuk menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun. Jika selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, Presiden dapat mengubah hukumannya menjadi pidana penjara seumur hidup.

Menurutnya, pendekatan ini mencerminkan penghormatan terhadap hak hidup sebagai hak fundamental yang tidak bisa dikompromikan. Ia menekankan bahwa pidana mati hanya boleh dijatuhkan untuk kejahatan-kejahatan berat, dengan pertimbangan yang mendalam dan komprehensif.

“Bagaimanapun, hakim dan pemerintah adalah manusia biasa yang bisa saja salah dalam memutuskan,” ujarnya.

Baca Juga : Kemen HAM Usulkan Penghapusan SKCK, Polri Beri Tanggapan

Mengutip Sabda Rosul

Sebagai pengingat, Yusril juga mengutip sabda Nabi Muhammad SAW bahwa lebih baik seorang hakim salah membebaskan orang yang bersalah, daripada salah menghukum orang yang tidak bersalah. Dalam konteks hukuman mati, kesalahan seperti itu tidak dapat diperbaiki, karena seseorang yang telah dieksekusi tidak mungkin dihidupkan kembali.

“Oleh karena itu, prinsip kehati-hatian dalam menjatuhkan pidana mati adalah mutlak,” tegas Yusril.

(Aye)

Baca Juga Artikel Berita Lain Dari Suaragong di Google News