SUARAGONG.COM – Saat ini, generasi Milenial dan Gen Z memang memiliki cara berbeda dalam menggunakan media, dan ini sering kali berdampak pada bagaimana kita saling memahami, terutama dalam dunia digital. Dua generasi ini punya pendekatan unik—mungkin bahkan bertolak belakang—yang terbentuk dari pengalaman dan ekspektasi berbeda.
Saya sendiri termasuk di antara Milenial yang awal-awal mengenal internet saat masih terbatas dan cukup lambat. Kami terbiasa menghabiskan waktu di platform seperti Facebook dan Twitter yang sudah lama ada. Platform ini memberikan banyak ruang untuk berbagi cerita panjang lebar, curahan hati, bahkan pembahasan mendalam. Maka, kalau melihat generasi Milenial yang kerap menulis status panjang atau update yang detail, itu memang sudah “kebiasaan” lama yang susah hilang.
Sementara itu, Gen Z—yang lahir dan tumbuh besar dengan internet berkecepatan tinggi—mereka tampaknya lebih suka platform yang menawarkan hal serba cepat. TikTok, contohnya, adalah platform favorit mereka untuk berbagi konten singkat tapi padat. Di platform ini, Gen Z tidak terlalu suka dengan tulisan panjang. Sebaliknya, mereka lebih suka membuat video kreatif yang lucu, informatif, atau bahkan dramatis, dan semuanya tersampaikan hanya dalam beberapa detik atau menit. Dalam dunia Gen Z, yang terpenting adalah visual yang menarik dan informasi cepat yang langsung kena.
Baca juga : Millennials dan Gen Z Lebih Suka Cari Nasihat Keuangan di Media Sosial
Bicara soal tampilan atau kesan, Milenial juga terkenal lebih suka membangun brand pribadi dengan cermat. Platform seperti Instagram sering kali menjadi tempat mereka menunjukkan momen hidup yang indah dan terkurasi, terutama untuk menunjang image tertentu. Gen Z, sebaliknya, cenderung mengutamakan keaslian. Mereka lebih suka tampil tanpa filter atau bahkan sengaja menampilkan sisi “tidak sempurna” yang kadang terasa lebih jujur. Gen Z biasanya lebih terbuka untuk membahas hal-hal yang dianggap tabu oleh generasi sebelumnya, seperti kesehatan mental atau identitas pribadi, dan ini semua dilakukan dengan bahasa yang lugas dan langsung ke inti.
Pengalaman saya pribadi, setelah mencoba ikut-ikutan tren video pendek seperti di TikTok, ternyata cukup menguras tenaga. Kalau Milenial harus benar-benar memikirkan “mau tampil seperti apa,” Gen Z tampaknya lebih fleksibel dan langsung saja tanpa banyak mikir. Hal ini juga berpengaruh pada cara mereka menyikapi algoritma: Gen Z dikenal sangat memahami algoritma, dan sering kali tahu trik untuk memaksimalkan reach di platform tertentu.
Lalu, ada juga perbedaan dalam konsumsi informasi. Gen Z lebih sering mendapatkan berita dari aplikasi yang langsung dan interaktif, seperti TikTok atau YouTube, sementara Milenial mungkin masih mengandalkan portal berita atau update Twitter. Ketika saya berbicara dengan teman yang lebih muda, mereka merasa lebih mudah mendapatkan berita langsung dari video pendek yang langsung menunjukkan apa yang terjadi, sementara Milenial sering merasa perlu mengecek sumber berita resmi untuk memastikan keakuratannya.
Baca juga : Gen Z: Antara YOLO, FOMO, dan Realitas Keuangan
Meski berbeda, masing-masing pendekatan ini punya kelebihan. Milenial mungkin bisa lebih dalam dan mendetail ketika membahas suatu topik, sementara Gen Z lebih cepat merespon informasi baru dan mudah beradaptasi dengan tren yang datang silih berganti. Memahami perbedaan ini membuat saya sadar bahwa sebenarnya tidak ada cara yang lebih benar atau salah; semuanya tergantung dari kebutuhan dan cara berpikir masing-masing.
Pada akhirnya, belajar dari Gen Z membuat saya berpikir untuk lebih terbuka dan tidak terlalu mengkhawatirkan citra online, sedangkan mungkin Gen Z bisa mengambil nilai dari Milenial soal perlunya verifikasi informasi. Kedua generasi ini, meski tampak beda banget, sebenarnya saling melengkapi—sebuah pembelajaran tentang bagaimana dunia digital yang berkembang terus-menerus bisa mempertemukan generasi dengan cara yang unik. (acs)