Plasi Bikin Petani Bawang di Probolinggo Menjerit, Pemerintah Diminta Bertindak

Plasi buat pedagang bawang merah menjerit

Share

SUARAGONG.COM – Petani bawang merah di Kabupaten Probolinggo kembali menghadapi masalah klasik yang terus membebani mereka: plasi. Buat yang belum familiar, plasi adalah potongan timbangan yang diterapkan oleh pedagang saat membeli hasil panen dari petani. Sayangnya, potongan ini sering kali lebih besar dari ketentuan pemerintah, sehingga merugikan petani.

Saat ini, plasi yang diterapkan di wilayah Gending, Kabupaten Probolinggo, mencapai 34 kilogram atau sekitar 17 persen dari setiap 2 kuintal bawang. Padahal, aturan pemerintah hanya memperbolehkan maksimal 12 persen atau sekitar 24 kilogram per 2 kuintal bawang. Jelas, angka ini jauh di atas batas wajar, dan para petani pun mulai mengeluh karena pendapatan mereka semakin menurun.

Petani Merugi, Beban Produksi Meningkat

Plasi yang terlalu tinggi membuat pendapatan petani bawang banyak berkurang. Sementara itu, biaya produksi terus meningkat, mulai dari harga pupuk, obat-obatan, hingga operasional lainnya. Dengan harga jual bawang merah yang tidak begitu tinggi, kondisi ini semakin menekan mereka.

Baca Juga: DPRD Kota Malang: Pernikahan Dini Jadi Faktor Anak Putus Sekolah

“Sekarang obat sangat mahal, kondisi cuaca juga tidak mendukung. Harga bawang juga tidak terlalu bagus, kualitas super hanya Rp 24 ribu per kilogram. Kalau bawang ukuran tanggung lebih rendah dari itu,” ujar Wahyudi, seorang petani bawang di Gending.

Menurut Wahyudi, biaya menanam bawang merah saat ini sudah sangat mahal. Sayangnya, harga jualnya tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Alhasil, keuntungan yang mereka peroleh semakin tipis, bahkan ada yang mengalami kerugian.

Kenapa Petani Harus Ikut Aturan Pedagang?

Fenomena plasi yang tinggi sebenarnya sudah lama terjadi, dan bukan hanya dialami oleh petani di Probolinggo. Namun, kondisi ini tetap berlangsung karena petani tidak punya pilihan lain. Pedagang memiliki modal yang kuat dan mengendalikan harga pasar, sehingga petani terpaksa mengikuti aturan yang ada meskipun merugikan mereka.

Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan Pemkab Probolinggo, Hari Cahjyono, juga mengakui bahwa plasi yang tinggi sangat membebani petani.

“Plasi itu sangat memberatkan menurut saya, terutama bagi petani. Tetapi, karena petani juga butuh, jadi akhirnya mengikuti plasi,” ujarnya. Menurut Hari, petani sebenarnya sadar bahwa plasi ini tidak adil. Namun, karena tidak punya banyak opsi, mereka tetap menjual bawang kepada pedagang yang menerapkan aturan tersebut.

Baca Juga: Khofifah Imbau Masyarakat Tak Belanja Berlebihan Jelang Ramadhan

“Kami memang tidak bisa memberi sanksi karena pedagang juga punya modal yang kuat. Jadi, petani mau tidak mau harus mengikuti aturan pedagang,” katanya. Artinya, selama petani masih bergantung pada tengkulak dan pedagang besar, mereka akan terus berada dalam posisi yang kurang menguntungkan.

Pemerintah Harus Turun Tangan

Melihat kondisi ini, para petani berharap ada intervensi dari pemerintah. Mereka menginginkan adanya upaya konkret untuk membantu menstabilkan harga dan mengurangi ketergantungan pada tengkulak, terutama menjelang bulan Ramadan dan Lebaran, di mana permintaan bawang biasanya meningkat.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah agar pemerintah membeli sebagian hasil panen petani. Dengan cara ini, petani bisa mendapatkan harga yang lebih adil tanpa harus terjebak dalam sistem plasi yang merugikan mereka.

Selain itu, pemerintah juga bisa membuat regulasi yang lebih ketat terkait tata niaga pertanian, misalnya melalui peraturan daerah (Perda) yang melindungi hak-hak petani. Namun, peraturan ini harus disertai dengan penerapan sanksi yang tegas agar ada efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan petani.

“Namun, harus disertai dengan penerapan sanksi yang memberikan efek jera. Agar tidak terlalu merugikan petani,” tutup Hari. (duh/PGN)

Baca Juga Artikel Berita Terbaru Lainnya Dari Suaragong di Google News