Menurutnya, pemilik perusahaan Jan Hwa Diana bersikap tidak kooperatif dengan menyanggah sejumlah fakta.
“Beberapa penyampaian dari pihak perusahaan tidak sesuai dengan fakta dan ada ketidaksesuaian statement dengan para saksi,” kata Cahyo, Jumat (18/4/2025).
Baca Juga : Kasus Dugaan Penahanan Ijazah, Wali Kota Surabaya Dampingi Korban Lapor Polisi
Ditemukan Sejumlah Dugaan Pelanggaran Lainnya
Selain soal isu penahanan ijazah, timnya menemukan sejumlah dugaan pelanggaran lainnya. Di antaranya, gaji karyawan yang jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) hingga dugaan perusahaan tidak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
Sebagian pekerja hanya menerima Rp 500.000 per minggu atau Rp 80.000 per hari. Padahal, Upah Minimum Kabupaten (UMK) Surabaya tahun 2025 seharusnya sebesar Rp 4.961.753 sebulan.
Tak hanya itu, DPRD provinsi Jatim juga berencana menelusuri legalitas dan isi gudang yang dikelola perusahaan. Serta menilai apakah seluruh aktivitas bisnisnya telah sesuai dengan regulasi pemerintah.
“Kami juga akan mengecek apa saja barang-barang yang ada di dalam gudang mereka seperti itu dan lain-lainnya,” ungkap Cahyo yang juga Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Jatim ini.
Curhatan Ex Karyawan Jan Hwa Diana
Bahkan eks Karyawan Jan Hwa Diana Curhat terkait tidak masuk 1 hari dipotong Rp 150.000, dan tidak ada uang lembur. Pengawasan tersebut bukan bertujuan menjatuhkan pelaku usaha. Karenanya, hal ini akan ditangani secara profesional oleh pengawas ketenagakerjaan provinsi bersama kepolisian demi menjamin perlindungan buruh dan kepatuhan hukum perusahaan.
“Nanti akan ditindaklanjuti secara profesional oleh pengawas dari Disnaker Provinsi dan juga pihak kepolisian,” tandas mantan aktivis GMNI ini. (Wahyu/aye)
Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News