SUARAGONG.COM – Duka menyelimuti umat Katolik di seluruh dunia setelah Paus Fransiskus wafat pada 21 April 2025, pukul 07.35 waktu Roma. Kepergian Paus yang dikenal karena kerendahan hati dan kedekatannya dengan umat ini meninggalkan kekosongan di pucuk tertinggi kepemimpinan Gereja. Salah satu kandidat penggantinya juga ada dari indonesia yaitu Kardinal Ignatius Suharyo.
Profil Kardinal Ignatius Suharyo: Kandidat Pengganti Paus Fransiskus dari Jogja
Kini, Gereja Katolik memasuki masa sede vacante, periode tanpa pemimpin, yang akan berakhir setelah diadakannya konklaf—forum tertutup tempat para kardinal dari berbagai penjuru dunia berkumpul untuk memilih Paus baru. Konklaf dijadwalkan digelar sekitar dua minggu setelah wafatnya Paus, dengan melibatkan 135 kardinal sebagai pemilih sekaligus kandidat.
Salah satu sosok yang ikut dalam konklaf kali ini adalah Kardinal Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta asal Bantul, Yogyakarta. Ia dijadwalkan berangkat ke Vatikan pada 4 Mei 2025 untuk mengikuti proses penting tersebut. Meski peluangnya untuk terpilih sebagai Paus dinilai kecil, keikutsertaan Suharyo menjadi sorotan tersendiri. Ia membawa representasi Asia Tenggara—sebuah kawasan yang jarang tampil di garis depan kepemimpinan Gereja global.
Kehadiran Suharyo menjadi simbol penting tentang keterlibatan dunia selatan dan timur dalam arah baru Gereja Katolik yang semakin inklusif dan mencerminkan keberagaman umat.
Lebih dari sekadar memilih pemimpin baru, konklaf juga menjadi momen refleksi besar: siapa yang mampu menuntun Gereja menghadapi tantangan zaman modern? Dalam konteks ini, nama Kardinal Suharyo muncul sebagai salah satu wajah dari Gereja yang tengah tumbuh pesat di luar Eropa dan Amerika Latin.
Baca Juga : Pencapaian Paus Fransiskus: Membawa Gereja Katolik Menuju Era Baru
Profil Kardinal Ignatius Suharyo
Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo lahir pada 9 Juli 1950 di Sedayu, Bantul, DI Yogyakarta. Ia dibesarkan dalam keluarga Katolik yang sangat religius, sebagai anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Tiga di antaranya juga memilih hidup membaktikan diri bagi Gereja, menjadi biarawan dan biarawati.
Ketertarikan Suharyo pada kehidupan imamat sudah tampak sejak usia 11 tahun, saat ia memutuskan masuk Seminari Menengah Petrus Canisius, Mertoyudan. Ia kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di IKIP Sanata Dharma Yogyakarta, meraih gelar Sarjana Muda dalam filsafat dan teologi.
Tak berhenti di situ, Suharyo melanjutkan studi di Universitas Kepausan Urbaniana, Roma. Di sana, ia meraih gelar lisensiat pada 1979 dan gelar doktor dalam bidang Teologi Biblis pada 1981.
Pada 26 Januari 1976, Suharyo ditahbiskan menjadi imam oleh Kardinal Justinus Darmojuwono. Pengabdiannya tidak hanya di altar, tetapi juga di dunia akademik, menjadi dosen, dekan Fakultas Teologi, hingga formator calon imam di Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan, Yogyakarta.
Tahun 1997, Suharyo diangkat menjadi Uskup Agung Semarang oleh Paus Yohanes Paulus II dan ditahbiskan pada 22 Agustus. Pada 2006, ia dipercaya pula memimpin Ordinariat Militer Indonesia, membina umat Katolik di lingkungan TNI dan Polri.
Kariernya terus berlanjut. Pada 29 Juni 2010, Suharyo ditunjuk sebagai Uskup Agung Jakarta, menggantikan Kardinal Julius Darmaatmadja yang pensiun. Ia juga sempat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada 2000-2006, kemudian dipercaya menjadi Presiden KWI selama tiga periode dari 2012 hingga 2021.
Baca Juga : Apa Itu Konklaf di Vatikan?
Orang Ketiga di Indonesia
Tonggak besar dalam pelayanannya terjadi pada 5 Oktober 2019, saat Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi Kardinal—sebuah kehormatan besar di dalam Gereja Katolik. Suharyo menjadi orang Indonesia ketiga yang menyandang gelar ini, setelah Kardinal Justinus Darmojuwono dan Kardinal Julius Darmaatmadja. Ia menerima gelar kehormatan Spirito Santo alla Ferratella dari Takhta Suci.
Kini, di usianya yang ke-74, Kardinal Ignatius Suharyo membawa suara umat Katolik Indonesia ke jantung Gereja Katolik dunia. Ia menunjukkan bahwa Asia Tenggara memiliki kapasitas, spiritualitas, dan kedalaman iman yang layak diperhitungkan dalam arah masa depan Gereja universal. (aye)
Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News