SUARAGONG.COM – Serentetan kasus keracunan akibat makanan basi dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan. Anggota DPRD Jawa Timur, Rasiyo, menegaskan bahwa tanggung jawab tidak atas keracunan MBG tersebut tidak hanya dibebankan pada Badan Gizi Nasional (BGN), tetapi juga pemerintah daerah dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Rasiyo Tegaskan SPPG Wajib Bertanggung Jawab atas Kasus Keracunan MBG
Rasiyo menilai kasus keracunan massal MBG yang melibatkan siswa sekolah merupakan peringatan serius bahwa perlu adanya evaluasi menyeluruh pihak pelaksana, salah satunya SPPG.
“Ini harus dievaluasi. Memberikan makanan yang menyebabkan keracunan massal pada para siswa sangat miris. Sangat berbahaya, karena para siswa adalah generasi emas, calon pemimpin bangsa.” Ujar anggota Komisi E DPRD Jatim tersebut.
Baca Juga : Belasan SPPG di Kabupaten Malang Berhenti Beroperasi
Pemda Banyak Hentikan Sementara MBG
Mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur itu menyebut beberapa pemerintah daerah memilih menghentikan sementara program MBG. Hal ini imbas dari kejadian keracunan tersebut.
“Kasus keracunan MBG, mohon maaf ya, yang bertanggung jawab itu Badan Gizi Nasional. Jadi harus ada upaya agar masakan tidak sampai basi. Ada standarisasi yang harus dilakukan oleh SPPG,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya koordinasi antara BGN dan pemerintah daerah. Sebab daerah menjadi pihak yang paling memahami kondisi lapangan, termasuk penentuan menu yang sesuai bagi para siswa.
Koordinasi Lemah, Standar Tidak Seragam
Rasiyo menyebut lemahnya koordinasi menjadi pemicu munculnya masalah berulang. Menurutnya, Dinas Kesehatan kabupaten hingga puskesmas punya kapasitas besar untuk melakukan pengawasan gizi dan kualitas makanan.
“Lembaga mana yang menyerahkan makan bergizi gratis itu harus didata dengan baik. Kalau tidak begitu ya begini terus, saling melempar tanggung jawab dan akhirnya rakyat yang jadi korban,” tegasnya.
Sebagai perbandingan, Rasiyo mengaku sekolah miliknya juga menjalankan program makan bergizi gratis. Namun tidak pernah mengalami kasus serupa karena kualitas makanan betul-betul dijaga.
“Program MBG ini melayani puluhan juta siswa. Karena tidak terkoordinasi dan tidak ada perencanaan matang. Alhasil terjadilah masalah seperti sekarang,” pungkasnya. (Aye/sg)