SUARAGONG.COM – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo mulai digelontorkan secara bertahap di berbagai daerah. Namun, jauh sebelum merata seperti sekarang, SMPN 2 Kepanjen sudah lebih dulu merasakan manfaat program tersebut sejak awal tahun.
Sejak Awal Tahun, SMPN 2 Kepanjen Jadi Sekolah Pertama Nikmati Program MBG
As’ad Joko Suryanto, S.Hi, Wakil Kepala Urusan Humas SMPN 2 Kepanjen, menyebut sekolahnya menjadi salah satu yang pertama di wilayah Kepanjen.
“Alhamdulillah, MBG di SMPN 2 Kepanjen sejak awal sampai sekarang berjalan baik. Kami termasuk rombongan awal penerima manfaat MBG di wilayah ini, kira-kira sejak Maret atau April,” ujarnya.
Secara teknis, distribusi makanan dilakukan sebelum jam istirahat kedua agar tidak mengganggu pembelajaran. Perwakilan kelas mengambil paket di titik distribusi, lalu dibagikan dan disantap bersama di kelas. Dengan jumlah siswa lebih dari 800 orang, sekolah sempat mencari format pembagian yang tepat.
“Awalnya kami kesulitan membagi 800 paket MBG, tapi akhirnya ketemu skema. Per kelas ada perwakilan yang mengambil ompreng, jadi lebih tertib,” jelas As’ad.
Pihak sekolah menilai menu MBG cukup variatif dan bergizi, meskipun tak selalu sesuai selera anak-anak yang terbiasa dengan makanan berbumbu kuat atau penuh saus.
“Makan gratis bergizi itu bukan soal enak saja. Anak-anak kan biasanya suka yang rasanya kuat, padahal tidak selalu sehat. Menu MBG ini cukup memenuhi gizi mereka,” tambahnya.
Beberapa kali, siswa juga mendapat tambahan buah-buahan seperti anggur, semangka, hingga leci, sehingga menu tidak monoton.
Baca Juga : Sekolah di Kepanjen Malang Belum Terima Manfaat MBG
Masih Aman Hingga Sekarang
Terkait maraknya kasus dugaan keracunan di sejumlah sekolah, As’ad bersyukur hal itu tidak terjadi di SMPN 2 Kepanjen. Menurutnya, pengawasan dari dapur produksi hingga distribusi berjalan cukup baik.
“Alhamdulillah, tidak ada kendala atau kasus. Kami berharap program ini terus berjalan lancar,” katanya.
Ia juga menanggapi isu soal guru yang diminta mencicipi makanan MBG sebelum siswa. Menurutnya, hal itu bukan kewenangan sekolah, melainkan tanggung jawab dapur dan tenaga ahli gizi.
“Tester makanan itu dari pihak dapur SPPG, bukan guru. Guru kan bukan penerima MBG, jadi sebaiknya kualitas makanan memang dijaga sejak produksi,” tegasnya.
Ke depan, ia berharap program MBG terus ditingkatkan, terutama dalam hal pengawasan dan evaluasi, agar manfaatnya semakin dirasakan tanpa menimbulkan masalah di sekolah-sekolah lain. (Aye)