Tradisi Loloh Bayi atau Jamu Cekok Asal Banjarnegara

FT : Sebuah Warisan Budaya dari Banjarnegara, Tradisi loloh bayi atau jamu cekok masih menjadi bagian dari sebagian masyarakat Banjarnegara/sc : google culture/jamu pedia

Share

SUARAGONG.COM – Tradisi loloh bayi atau jamu cekok masih menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat di Kabupaten Banjarnegara, meskipun praktiknya kini kian jarang dilakukan. Sebagai warisan turun-temurun, tradisi ini telah mengalami berbagai adaptasi untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan pandangan kesehatan modern.

Sejarah dan Praktik Loloh Bayi Banjarnegara

Loloh bayi adalah proses pemberian ramuan tradisional yang terbuat dari bahan alami seperti umbi-umbian, empon-empon (temulawak, brotowali, temu ireng, lempuyang emprit), dan papaya. Jamu ini dipercaya memiliki berbagai manfaat kesehatan, mulai dari meningkatkan nafsu makan hingga membasmi cacing dalam tubuh anak.

Pada masa lalu, loloh bayi dilakukan dengan cara yang terbilang cukup keras. Anak-anak atau balita sering dicekoki jamu menggunakan kain penyaring. Mereka biasanya dipegang erat untuk memastikan ramuan cair itu tertelan. Proses ini sering membuat anak-anak menangis keras karena rasa jamu yang pahit dan cara pemberian yang tidak nyaman.

Manfaat dan Risiko dalam Perspektif Kesehatan

Dalam tradisi lokal, loloh bayi dianggap ampuh untuk mengatasi gangguan kesehatan seperti perut kembung, cacingan, batuk, pilek, dan mencret. Selain itu, jamu ini juga diyakini dapat memperkuat sistem imun dan meningkatkan metabolisme tubuh anak.

Namun, dari sudut pandang kesehatan modern, ada beberapa risiko yang perlu diwaspadai. Proses pemberian yang melibatkan paksaan dapat menimbulkan trauma pada anak dan memengaruhi hubungan emosional antara anak dan orang tua. Selain itu, higienitas ramuan serta dosis yang tidak terukur juga menjadi perhatian serius. Bidan desa di Banjarnegara sering mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tradisi ini.

Adaptasi Tradisi Loloh Bayi di Era Modern

Saat ini, praktik loloh bayi telah mengalami perubahan yang signifikan. Pemberian ramuan tradisional ini biasanya dilakukan setelah bayi berusia satu tahun, dan tanpa paksaan. Ramuan diberi tambahan madu agar rasanya lebih manis dan mudah diterima anak. Metode pemberian pun menggunakan sendok atau gelas, sehingga lebih higienis dan nyaman bagi anak.

Tradisi loloh bayi juga memiliki kaitan erat dengan momen Idulfitri. Pada masa lalu, ibu-ibu yang persalinannya dibantu oleh dukun bayi akan memberikan zakat fitrah kepada dukun sebagai wujud rasa syukur. Kini, tradisi tersebut lebih banyak dilakukan sebagai bentuk penghormatan budaya dibandingkan dengan kewajiban medis.

Meskipun masih ada masyarakat yang menjalankan tradisi loloh bayi, praktik ini terus mengalami tantangan di tengah meningkatnya kesadaran akan standar kesehatan modern. Peran bidan dan tenaga kesehatan dalam memberikan edukasi sangat penting untuk memastikan bahwa tradisi ini tetap dihormati tanpa mengesampingkan aspek kesehatan dan keselamatan anak.(Aye)

Baca Artikel Berita Terupdate Lainnya dari Suaragong di Google News