SUARAGONG.COM – Ramadhan selalu menjadi bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia. Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan kualitas ibadah memperbanyak sedekah dan mengendalikan diri dari berbagai godaan duniawi.
Namun, dibalik semangat ibadah yang meningkat, ada satu fenomena yang terus berulang setiap tahunnya: pemborosan makanan yang tak terkendali. Pemborosan makanan yang terjadi di bulan Ramadhan mencerminkan ketidakseimbangan dalam pola konsumsi yang seringkali berakhir dengan limbah makanan yang terbuang sia sia.
Pemborosan Makanan Saat Ramadhan
Setiap sore menjelang berbuka puasa, pasar-pasar dan pusat kuliner mendadak ramai, berbagai makanan khas Ramadhan dijajakan.
Dengan aroma yang menggoda, membuat siapa pun yang berpuasa tergoda untuk membeli dalam jumlah banyak. Namun, seringkali kita menyadari bahwa makanan yang dibeli atau dimasak ternyata berlebihan, setelah perut kenyang, sisa makanan yang tidak terpakai berakhir di tempat sampah.
Baca Juga: Cari Tempat Bukber di Malang? Tenang, Ada Ocean Garden
Hal ini menjadi fenomena yang terus berulang dan menciptakan dampak yang tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga sosial. Dorongan psikologis “lapar mata” sering menyebabkan pemborosan makanan saat puasa, dimana rasa lapar mendorong orang membeli atau memasak lebih banyak dari yang dibutuhkan.
Kurangnya perencanaan dalam membeli dan memasak makanan juga memperburuk masalah ini, karena sering kali orang membeli berdasarkan keinginan, bukan kebutuhan. Selain itu, tradisi berbuka dengan berbagai hidangan membuat makanan berlebih, yang akhirnya terbuang.
Dampak Pemborosan Makanan
Pemborosan makanan memiliki dampak besar terhadap lingkungan dan kehidupan sosial. Makanan yang dibuang dan membusuk di tempat pembuangan akhir menghasilkan gas metana. Kemudian akan berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global, dengan daya rusak yang lebih tinggi dibandingkan karbon dioksida.
Baca Juga: Wisata Kuliner Selama Ramadan yang Menggoda
Selain itu, setiap makanan yang kita konsumsi membutuhkan sumber daya alam seperti air, tanah, energi dan tenaga kerja. Ketika makanan terbuang, semua sumber daya tersebut juga terbuang sia-sia,menurut laporan World Resources Institute (WRI).
Hampir 25 persen dari seluruh air tawar yang digunakan di dunia dipakai untuk memproduksi makanan yang akhirnya tidak dikonsumsi. Di sisi sosial, fenomena ini mencerminkan ketimpangan distribusi pangan, di mana sebagian orang membuang makanan, masih ada jutaan orang yang tidur dalam kondisi lapar.
Solusi untuk Mengurangi Pemborosan Makanan
Mengurangi pemborosan makanan dapat dilakukan dengan mengelola sisa makanan menjadi sesuatu yang bermanfaat, salah satunya dengan membuat kompos. Kompos adalah hasil penguraian bahan organik yang dapat digunakan sebagai pupuk alami untuk tanaman.
Baca Juga: Indonesia Masuk Top 10 Peringkat 7 World Best Cuisines Berdasarkan Taste Atlas 2024
Mengolah sisa makanan menjadi kompos tidak hanya mengurangi jumlah sampah, tetapi juga mendukung keberlanjutan pertanian dan menjaga kualitas tanah. Untuk membuat kompos, kumpulkan sisa makanan yang mudah terurai, seperti sayuran, buah-buahan, kulit telur dan ampas kopi.
Hindari mencampurkan makanan olahan, daging, atau minyak karena bisa memperlambat penguraian. Tempatkan bahan organik dalam wadah tertutup dengan ventilasi yang cukup, dan dalam beberapa minggu, bahan tersebut akan terurai menjadi kompos siap pakai.
Dalam ajaran Islam, sedekah tidak hanya berbagi makanan dengan sesama, tetapi juga menjaga alam. Mengelola sisa makanan menjadi kompos bisa dianggap sebagai sedekah kepada alam, karena kita mengembalikan nutrisi ke tanah yang bermanfaat bagi pertanian dan ekosistem.(ir/PGN)
Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News