3 Santri Jombang Kabur Naik Becak, Ditemukan di RTH Mojoagung
Share

SUARAGONG.COM – Aksi kaburnya tiga santri SD dari sebuah pesantren di Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, bikin heboh warga. Kejadian ini berlangsung pada Selasa pagi, 22 Juli 2025. Ketiganya ditemukan berada di kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Mojoagung sekitar pukul 06.00 WIB.
3 Santri Jombang Kabur dari Pesantren Naik Becak
Ketiga santri tersebut masing-masing berinisial AFR (12) dan AH (10) asal Kecamatan Wonosalam, serta MK (12) asal Kecamatan Sooko, Mojokerto. Mereka diketahui nekat kabur dari pondok pesantren dengan naik becak menuju Mojoagung.
”Kami dapat laporan dari warga bahwa ada tiga anak kabur dari pondok sekitar jam enam pagi. Mereka ke RTH Mojoagung naik becak,” jelas Reza Maulana, petugas dari Pos Pemadam Kebakaran Mojoagung saat dikonfirmasi.
Setelah ditemukan, ketiganya langsung diamankan dan dibawa ke pos damkar. Di sana, mereka sempat mendapatkan edukasi dan arahan dari petugas sebelum akhirnya dijemput oleh pihak pesantren.
Baca Juga : DLH Lumajang Terapkan Program Eco Pesantren
Diduga Jadi Korban Bullying di Lingkungan Pesantren
Dari keterangan awal yang diberikan ketiga santri, mereka mengaku kabur karena sering mengalami perundungan atau bullying dari kakak kelasnya di pondok. Bentuk perundungan yang dialami bukan cuma verbal, tapi juga fisik.
”Katanya mereka sering di-bully. Ada ancaman, sering disuruh-suruh, bahkan kalau menolak bisa sampai dipukul,” ungkap Reza.
Setelah diberikan pemahaman dan pendampingan awal oleh petugas, ketiga santri akhirnya dijemput oleh pihak pondok untuk kembali ke pesantren di wilayah Kecamatan Sumobito.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari pihak pondok pesantren terkait dugaan bullying yang terjadi. Kasus ini memantik perhatian publik soal pentingnya pengawasan terhadap interaksi santri di lingkungan pendidikan berbasis asrama.
Pentingnya Pembinaan Anak Sejak Dini agar Terhindar dari Bullying
Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya peran pendidik, orang tua, dan pengurus lembaga pendidikan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak. Pembinaan karakter sejak dini harus ditekankan, bukan hanya untuk mencegah anak menjadi pelaku bullying, tapi juga untuk membekali mereka cara menghadapi tekanan sosial secara sehat.
Memberikan ruang komunikasi terbuka, edukasi tentang empati, serta pengawasan yang konsisten jadi kunci utama agar kasus serupa tak terulang. Lingkungan pesantren maupun sekolah sebaiknya punya mekanisme pelaporan yang aman dan nyaman bagi anak jika mengalami kekerasan atau perundungan. (rfr/aye)