Type to search

Peristiwa

Ternyata, 70 Persen Dana Judi Online Mengalir ke Luar Negeri

Share

SUARAGONG.COM – Dampak ekonomi dari maraknya praktik judi online (judol) di Indonesia kian meresahkan. Berdasarkan proyeksi Dewan Ekonomi Nasional (DEN), sekitar 70 persen dari total dana judi online ternyata dilarikan ke luar negeri. Akibatnya, alih-alih menggerakkan roda perekonomian nasional, uang masyarakat justru menguap tanpa memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi ekonomi dalam negeri.

70 Persen Dana Uang Judi Online Ternyata Kabur Ke Luar Negeri

Anggota DEN Firman Hidayat menjelaskan bahwa judi online terbukti memangkas potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kajian yang dilakukan DEN memperkirakan, pada tahun 2024 lalu, dampak negatif judol menyusutkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 0,3 persen. “Kalau tahun lalu pertumbuhan ekonomi 5 persen, maka tanpa judol seharusnya bisa 5,3 persen. Angka ini sangat berharga untuk mencapai target pertumbuhan yang dicanangkan Presiden,” ujarnya, Rabu (6/8/2025).

Firman mencontohkan, dalam sebuah studi di Brasil, pengeluaran rumah tangga untuk judi melonjak hingga 19,9 persen dari pendapatan—dua kali lipat dari rata-rata. Sebaliknya, pengeluaran untuk kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan obat-obatan menurun dari 63 persen menjadi 57 persen. Pola ini menyebabkan konsumsi domestik melemah dan pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga : Setengah Juta Penerima Bansos Diketahui Aktif dalam Judi Online

Transaksi di Indonesia Mencapai Rp 927 triliun

Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, nilai transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp927 triliun hingga kuartal pertama 2025. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen disebut mengalir ke luar negeri. “Yang lari bukan cuma uangnya, tapi juga multiplier effect-nya. Negara kita tidak dapat apa-apa,” tambah Firman.

Fenomena serupa juga terjadi di negara lain. Hong Kong kehilangan potensi pajak hingga HK$9,4 miliar per tahun (sekitar Rp19,6 triliun), sementara Afrika Selatan merugi sekitar R110 juta per tahun (Rp99,9 miliar).

Sementara itu, riset Katadata Insight Center (KIC) menemukan bahwa mayoritas pemain judol berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sekitar 71 persen pemain memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan, dan 15 persen lainnya berada di kisaran Rp5 juta–Rp10 juta.

Pentingnya Peran Perbankan

Ketua Umum Perbanas Hery Gunardi menegaskan pentingnya peran perbankan dalam mendeteksi dan mencegah penyalahgunaan rekening untuk aktivitas ilegal, termasuk judol. Ia menjelaskan bahwa sistem Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme telah diterapkan untuk memantau rekening dormant—rekening yang tidak aktif selama enam bulan. “Bank wajib melakukan tindakan seperti pembatasan transaksi atau penutupan bila ditemukan indikasi penyalahgunaan,” ujarnya.

KIC juga menyoroti maraknya praktik jual beli rekening sebagai faktor suburnya judol. Dalam diskusi bersama Perbanas pada April 2025, terungkap bahwa banyak masyarakat rela menjual rekening pribadi demi imbalan cepat, meski berisiko terjerat hukum bila terbukti digunakan dalam aktivitas ilegal.

“Banyak warga tergiur uang instan, padahal mereka bisa kehilangan privasi data, skor kredit rusak, dan terancam pidana. Ini menunjukkan perlunya literasi keuangan dan pengawasan lintas sektor yang lebih kuat,” tegas Executive Director KIC, Fakhridho Susilo, Ph.D.(Aye/sg)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69