Sorotan Krisis BPJS Dari Iuran Tak Tepat Sasaran hingga Reformasi Rujukan
Share
SUARAGONG.COM – Belakangan, sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan BPJS Kesehatan kembali jadi sorotan publik. Beberapa isu kontroversial muncul, mulai dari pengeluaran iuran untuk orang bergaji ratusan juta, defisit besar, hingga perlunya reformasi sistem rujukan.
Iuran BPJS Dibayarkan Negara untuk Orang Kaya
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap fakta mengejutkan sejumlah orang bergaji tinggi, hingga Rp 100 juta per bulan, masih mendapatkan iuran BPJS-nya ditanggung oleh negara melalui program Penerima Bantuan Iuran (PBI). Menurut data yang disinkronkan dengan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), ada sekitar 540 ribu orang dari kelompok terkaya (desil 10) yang masuk ke daftar PBI. Hal ini memicu kritik keras, karena alokasi dana BPJS yang tidak tepat sasaran bisa memperburuk beban keuangan sistem jaminan kesehatan nasional.
Baca juga: BPJS Kesehatan Evaluasi RSUD Waluyo Jati
Keterbatasan Kapasitas BPJS dalam Menanggung Biaya Pengobatan
Menkes juga menegaskan bahwa BPJS Kesehatan belum mampu menanggung 100 persen biaya pengobatan, terutama untuk penyakit berat dengan treatment mahal. Salah satu solusi yang diusulkan adalah agar pasien yang mampu menggunakan asuransi swasta tambahan, sehingga selisih biaya pengobatan bisa ditanggung tanpa membebani BPJS secara berlebihan. Angka iuran peserta BPJS yang rendah dibanding kapasitas biaya pengobatan ini menjadi salah satu faktor penyebab potensi defisit dalam sistem.
Baca juga: Cek Iuran dan Denda BPJS 2025 Jangan Kaget!
Reformasi Sistem Rujukan Langkah Vital untuk Keberlanjutan
Di tengah tantangan keuangan, reformasi sistem rujukan layanan kesehatan juga digadang-gadang sebagai strategi krusial. Sistem rujukan selama ini kadang tidak hanya menyesuaikan kebutuhan medis, tetapi juga menyangkut nyawa pasien. Dengan sistem rujukan yang lebih efisien dan berbasis kebutuhan nyata, diharapkan biaya klaim BPJS bisa ditekan dan akses layanan medis bisa lebih adil dan tepat.
Baca juga: Rasiyo Apresiasi Menkeu Bebaskan Denda Penunggak Iuran BPJS
Ancaman Defisit JKN yang Makin Nyata
BPJS menghadapi ancaman defisit besar karena selisih antara klaim manfaat dan penerimaan iuran semakin melebar. Menurut para pengamat, kenaikan iuran menjadi salah satu opsi mitigasi, tapi ini sangat sensitif di kalangan masyarakat. Sementara itu, ada usulan agar peserta kaya (desil atas) dikeluarkan dari PBI agar subsidi bisa lebih tepat sasaran dan keuangan BPJS bisa lebih sehat.
Baca juga: Benjamin Kristianto Salut Kebijakan Penghapusan Denda Penunggak Iuran BPJS Kesehatan
Apa Artinya bagi Masyarakat?
- Peserta BPJS dari kalangan mampu harus lebih transparan apakah mereka memang pantas mendapat subsidi.
- Perlu dorongan reformasi rujukan supaya sistem lebih efisien dan biaya layanan kesehatan bisa dikelola lebih baik.
- Pemerintah dan BPJS perlu memperkuat kerja sama dengan asuransi swasta agar beban pengobatan berat tidak sepenuhnya ditanggung oleh BPJS.
- Upaya mitigasi defisit harus dilakukan dengan hati-hati agar JKN bisa berkelanjutan tanpa membebani rakyat. (dny)

