Tragedi Siksorogo Lawu Ultra, Pakar Ingatkan Risiko Lari Jauh
Share
SUARAGONG.COM – Tragedi Siksorogo Lawu Ultra kembali menyadarkan publik bahwa olahraga ekstrem tidak pernah sepenuhnya bebas risiko. Dua pelari, masing-masing berinisial PB (55) dan SJ (45), meninggal dunia saat mengikuti lomba trail run tersebut di Gunung Lawu, Jawa Tengah. Kedua peserta ditemukan tak bernyawa di Bukit Mitis KM 12 dan Bukit Cemoro Wayang KM 8.
2 Pelari Meninggal saat Siksorogo Lawu Ultra
Pakar kesehatan dan epidemiolog, Dicky Budiman, menilai kasus ini harus menjadi alarm keras bagi penyelenggara maupun peserta event lari jarak jauh. Menurutnya, kematian saat olahraga memang jarang terjadi, tetapi bukan tidak ada.
“Angka sudden cardiac death dalam event lari massal diperkirakan 0,3–2 kasus per 100 ribu peserta. Artinya bukan nol kasus. Risiko meningkat pada usia 40–45 tahun ke atas, sehingga aspek penyakit bawaan harus diperhatikan. Surat keterangan sehat saja tidak cukup,” jelas Dicky dalam keterangannya, Selasa (9/12/2025).
Baca Juga : Ribuan Pelari Meriahkan Kraksaan Aspirasi Run 2025 Semarak
Penyelenggara Harus Naikkan Standar
Dicky menegaskan bahwa event lari berskala besar adalah kegiatan berisiko tinggi yang harus diperlakukan seperti operasi kedaruratan terencana. Standar keselamatan, katanya, tidak boleh seadanya.
“Harusnya ada dokter kesehatan olahraga, dokter emergency di lapangan, dan tim medis di seluruh rute, bukan hanya start–finish. Harus tersedia AED (alat kejut jantung), komunikasi cepat antarpos, hingga prosedur pull out wajib bagi peserta yang mengalami kram, pusing, sesak, atau kolaps,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya manajemen cuaca, suplai air minum, garam elektrolit, hingga zona pendinginan. Menurutnya, kelalaian dalam menangani peserta yang sudah kolaps merupakan “kegagalan mitigasi risiko tingkat berat”.
Peserta Juga Harus Jujur pada Kondisi Tubuh
Selain penyelenggara, Dicky mengingatkan peserta agar tidak memaksakan diri mengikuti lomba tanpa persiapan matang.
“Kalau punya riwayat hipertensi, diabetes, atau penyakit lain, sampaikan. Jangan ikut lomba hanya bermodal latihan singkat—tubuh butuh adaptasi berbulan-bulan. Jika ada nyeri dada, sesak napas tak wajar, atau kram hebat, hentikan lomba segera, jangan dipaksakan,” katanya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa keselamatan harus menjadi prioritas utama dalam setiap event olahraga ekstrem. Evaluasi menyeluruh, baik dari panitia maupun peserta, mutlak dibutuhkan agar tragedi serupa tidak kembali terulang. (Aye/sg)

