Type to search

Pemerintahan Probolinggo

Alih Fungsi Gedung Kesenian Probolinggo Jadi Lapangan Tenis

Share
Seniman Marah! Gedung Kesenian yang berdiri sejak 2013 di Probolinggo, di bongkar, dan Alih Fungsi jadi lapangan Tenis

SUARAGONG.COM – Pagi di Jalan Suroyo, Kota Probolinggo, Rabu (22/10/2025), terasa janggal bagi para seniman. Suara palu dan gergaji menggantikan denting gamelan. Di Gedung Kesenian yang berdiri sejak 2013 itu, beberapa pekerja tampak sibuk membongkar panggung utama. Batu-batu berserakan, menandai awal dari rencana alih fungsi gedung seni menjadi lapangan tenis indoor.

Alih Fungsi Gedung Kesenian Jadi Lapangan Tenis, Seniman Probolinggo Kecewa

Langkah Pemerintah Kota Probolinggo ini langsung menuai penolakan keras. Dewan Kesenian Kota Probolinggo (DKKPro) dan sejumlah anggota DPRD Kota Probolinggo menyebut kebijakan itu sebagai bentuk pengabaian terhadap sejarah dan identitas budaya kota. Namun, meski kritik berdatangan, alat berat tetap bekerja.

“Ya sudah, mereka pakai kuasa, dengan konsep yang menurutnya paling benar. Menghapus budaya lokal,” ujar Ketua DKKPro Peni Priyono, dengan nada kecewa.

Baca Juga : Probolinggo Darurat Kesenian! Seniman Lokal Suarakan Kritik

“Warisan Budaya Kok Dihapus?”

Menurut Peni, Gedung Kesenian bukan sekadar tempat pementasan. Ia adalah ruang hidup bagi seniman, tempat tumbuhnya kreativitas dan semangat kebersamaan. “Setelah dibongkar, kami kembali ‘ngemper’. Kami akan tetap berlatih di emperan Museum Probolinggo,” katanya lirih.

Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Kota Probolinggo Abdul Mujib juga angkat suara. Politisi PKB ini menilai, keputusan pembongkaran sarat kejanggalan, terutama soal administrasi aset.

“Asetnya masih tercatat di Disdikbud, tapi anggaran rehabilitasi malah di Dispopar. Ini harus dijelaskan ke publik,” tegasnya.

Pemerintah diketahui mengalokasikan anggaran Rp200 juta dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2025 melalui Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dispopar) untuk rehabilitasi awal. Tahap berikutnya dijadwalkan berlanjut pada 2026.

Namun, bagi komunitas seni, uang bukan persoalan. Yang mereka sayangkan adalah hilangnya ruang ekspresi yang telah menjadi bagian dari identitas Kota Probolinggo lebih dari satu dekade.

Gedung Kesenian Sebagai Simbol Kebangkitan Budaya Lokal

Sejak 2013, Gedung Kesenian menjadi simbol kebangkitan seni dan budaya lokal—hasil transformasi dari lapangan tenis menjadi ruang kreatif dalam konsep kawasan kebudayaan terpadu bersama Museum Probolinggo. Kini, kebijakan baru Pemkot dianggap sebagai langkah mundur.

“Tidak ada ruang diskusi. Tahu-tahu, pekerja datang dan panggung dibongkar,” ujar salah satu pegiat seni yang enggan disebut namanya.

Saat dikonfirmasi, Kepala Dispopar Kota Probolinggo Muhammad Abbas hanya menjawab singkat, “Saya cek dulu ya.” Jawaban itu menambah tanda tanya publik tentang transparansi dan arah kebijakan kebudayaan Pemkot.

Bagi warga dan seniman, kehilangan Gedung Kesenian bukan hanya kehilangan tempat, tapi kehilangan bagian dari jiwa kota.

“Banyak acara musik, tari, dan pameran seni digelar di sana. Rasanya seperti kehilangan rumah,” ucap salah satu warga yang rutin menghadiri pertunjukan seni di gedung tersebut.

Kini, para seniman kembali harus mencari ruang baru untuk berlatih dan berkarya—bahkan jika itu berarti berlatih di bawah langit terbuka. “Seni nggak akan mati hanya karena gedungnya dibongkar,” kata salah satu anggota sanggar dengan senyum getir. (Duh/aye)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *