Type to search

Pendidikan

Sekolah Rakyat dan Misi Gede Buat Lawan Kemiskinan

Share
atalia praratya menggunakan baju berwarna cream dan kerudung pink

SUARAGONG.COM – Lagi-lagi Solo jadi sorotan. Bukan cuma karena soto atau batiknya yang legend, tapi kali ini karena program Sekolah Rakyat (SR) yang lagi digencarin habis-habisan. Dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming, DPR dari berbagai fraksi, sampe istri mantan Gubernur Jawa Barat, Atalia Praratya, semuanya nyorotin satu hal: pentingnya pendidikan yang inklusif buat semua anak Indonesia, apalagi yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Sekolah Rakyat ini bukan konsep baru, tapi sekarang makin dikemas serius. Tujuannya? Ya jelas, bantu anak-anak yang terancam putus sekolah karena ekonomi, atau nggak punya akses ke pendidikan formal. Tapi meskipun niatnya bagus, tetap ada catatan penting dari para tokoh, khususnya soal validasi data, keterlibatan orang tua, sampai cara ngasih bantuan biar gak salah sasaran.

Gibran “Ngobrol Sama Orang Tua Dulu, Gaes!”

Pas lagi kunjungan ke SRMA 17 di Surakarta, Wapres Gibran ngajak siswa dan pihak sekolah buat terus komunikasi sama orang tua. Menurut dia, sekolah itu bukan cuma tanggung jawab tenaga ajar, tapi juga kerja sama bareng keluarga. Karena banyak anak yang sebenarnya bisa sekolah, tapi malah ditahan di rumah karena ortunya nggak ngerti pentingnya pendidikan.

“Jangan lupa ngobrol sama orang tua, ya. Jangan asal bolos. Kalian ini masa depannya Indonesia,” kata Gibran sambil senyum khasnya yang sekarang udah naik level jadi senyum wapres.

Saran Gibran ini beneran relate. Soalnya, banyak banget kasus di mana anak putus sekolah bukan karena males, tapi karena orang tuanya merasa sekolah itu buang waktu atau nggak ada duit buat biaya tambahan. Padahal, sekolah rakyat ini gratis, lho.

Dan biar makin kelihatan dampaknya, Gibran juga bilang penting banget buat ukur hasil belajar anak-anak SR. Nggak cukup cuma ngasih fasilitas, tapi harus ada tracking sejauh mana mereka berkembang. Ini penting biar program kayak gini nggak mandek cuma di launching doang.

Baca juga: Tradisi Pacu Jalur Viral, Gibran Soroti Kekuatan Budaya Indonesia

DPR Validasi Data Itu Wajib

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Gerindra, Ledia Hanifa, juga sempat turun ke lapangan bareng timnya buat ngecek langsung SR di Solo. Tapi dia nggak langsung terpesona gitu aja. Menurut Ledia, yang paling krusial itu soal validasi data. Jangan sampai ada yang dapet bantuan tapi sebenarnya nggak butuh, sementara yang beneran butuh malah kelewat.

“SR itu keren, tapi harus pastikan dulu datanya valid. Ini penting supaya bantuannya pas sasaran,” ujarnya.

Ini bukan skeptis, tapi lebih ke langkah realistis. Kita tahu sendiri kadang data bantuan bisa ngaco yang rumahnya dua lantai dapet sembako, yang tinggal di gubuk malah zonk. Nah, Ledia pengin sistem SR ini transparan dan berbasis data yang jelas, biar gak ada drama lagi soal “salah sasaran”.

Ledia juga bilang bahwa SR harus punya kurikulum yang bener dan tenaga ajar yang kompeten. Jangan asal asal ngajarin. Ini bukan bimbel online, tapi program yang bisa jadi jembatan anak-anak miskin buat keluar dari siklus kemiskinan.

Baca juga: DPRD Usulkan Ratusan Kantong Parkir Kota Batu Dikaji

Atalia Praratya Ngomong Pendidikan Itu Hak Semua Orang

Nah, sekarang giliran Atalia Praratya yang unjuk suara. Bu Cinta sapaan akrabnya memang udah lama terlibat di isu pendidikan dan anak, terutama sejak aktif sebagai istri Gubernur Jabar dulu. Walaupun sekarang udah nggak di pemerintahan, tapi perhatiannya ke isu sosial masih jalan terus.

Buat Atalia, Sekolah Rakyat itu adalah bentuk nyata keadilan sosial. Di tengah semua keterbatasan, negara wajib hadir buat menjamin setiap anak bisa belajar. Nggak peduli dari mana mereka berasal.

“Anak-anak adalah masa depan bangsa. Jangan ada yang tertinggal hanya karena lahir di keluarga miskin,” kata Atalia dalam salah satu diskusi pendidikan di media lokal.

Sebagai seorang ibu, aktivis sosial, dan tokoh publik, Atalia juga ngerti banget pentingnya pendekatan emosional. Dia selalu ngajak masyarakat buat bareng-bareng bantu anak-anak sekitar, apalagi kalau ada yang kelihatan gak sekolah.

Dia juga sering turun langsung ke lapangan, ngecek kondisi pendidikan di desa, ikut program literasi, dan jadi pembicara di berbagai forum anak. Jadi, pendapat Atalia bukan kaleng-kaleng  beneran grounded dari pengalaman dan empatinya.

Baca juga: Pemerintah Desa Alaspandan Komit Tingkatkan Hasil Tani dan Mutu Pendidikan

Sekolah Rakyat Bukan Tambahan Tapi Solusi

Satu hal yang semua tokoh ini sepakat Sekolah Rakyat bukan cuma pelengkap dari sistem pendidikan formal, tapi bisa jadi game changer buat daerah-daerah yang masih minim akses. Bukan cuma Solo, SR ini udah mulai dikembangkan di daerah lain juga.

Tapi tetap, supaya sukses, kuncinya ada di sinergi semua pihak pemerintah pusat, daerah, legislatif, tokoh masyarakat, sampe kita semua. Gak bisa cuma jalan sendiri-sendiri. Harus kompak.

Sekolah Rakyat juga bisa jadi ladang inovasi. Misalnya, kurikulum disesuaikan dengan lokalitas, tenaga bisa dari komunitas sekitar yang udah dilatih, dan metode belajarnya juga gak harus seragam kayak di sekolah negeri. Fleksibel tapi tetap berkualitas.

Baca juga: Khofifah Bagikan Sepatu untuk Siswa Sekolah Rakyat di Lamongan

Ini Bukan Sekadar Sekolah

Sekolah Rakyat itu bukan proyek musiman. Ini gerakan panjang buat putus rantai kemiskinan lewat jalur pendidikan. Dari Gibran yang ngajak anak-anak ngobrol sama orang tua, DPR yang wanti-wanti validasi data biar gak ngawur, sampai Atalia Praratya yang konsisten ngegas isu pendidikan buat semua semuanya nunjukin bahwa kita emang bisa berubah asal serius dan bareng-bareng.

Program kayak gini butuh dukungan terus-menerus. Bukan cuma dari pemerintah, tapi juga dari warga. Kalau kamu tahu ada anak tetangga yang gak sekolah, coba deh tanya kenapa. Siapa tahu bisa bantu infoin soal Sekolah Rakyat ini.

Pendidikan adalah hak semua orang. Dan Sekolah Rakyat ini bisa jadi jembatan ke masa depan yang lebih cerah. Bukan cuma buat mereka yang beruntung lahir di keluarga mampu, tapi juga buat mereka yang lahir di ujung gang, di bawah jembatan, atau di dusun pelosok yang sinyal aja masih bolak-balik. (dny)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *