Atasi Dilema SPMB, Rasiyo Sarankan Pemkab dan Pemprov Duduk Bersama
Share

SUARAGONG.COM – Proses penerimaan peserta didik baru di setiap tahun ajaran kerap menuai polemik. Tidak hanya karena persaingan yang ketat, tetapi juga karena kebijakan yang terus berubah setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan di Kementerian Pendidikan. Tahun ini, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) resmi digantikan oleh skema baru bernama Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
SPMB Dinilai Semakin Rumit, Rasiyo Dorong Pemkab dan Pemprov Duduk Bersama
Meski sekilas tampak mirip, sistem ini justru dinilai semakin membingungkan masyarakat karena banyaknya variabel dan aturan yang harus dipahami.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Dr. Rasiyo, menyebut bahwa sistem baru ini mengingatkan pada sistem rayon dan subrayon yang pernah diterapkan di masa lalu. Namun, perbedaannya terletak pada kompleksitas aturan yang kini lebih rumit.
“Kembali ke rayon dan subrayon seperti dulu. Bedanya sekarang, perbatasan diperluas hingga ke subrayon luar. Jadi, kalau ada siswa yang domisilinya lebih dekat ke sekolah di subrayon luar, maka bisa saja diterima di sana,” ungkap anggota Komisi E DPRD Jatim itu, Rabu (22/5).
Rasiyo menjelaskan bahwa dalam sistem SPMB, variabel domisili kini ditambah dengan nilai rapor dan akreditasi sekolah asal. Selain itu, jalur prestasi non-akademik seperti olahraga, serta jalur mutasi akibat perpindahan tugas orang tua, juga masuk dalam pertimbangan. Meski begitu, porsi untuk jalur-jalur tersebut tergolong kecil.
SPMB kali ini juga mengandalkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam proses pendaftaran. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi orang tua yang kurang akrab dengan teknologi.
“Kalau orang tua bingung, sebaiknya dibantu oleh guru wali kelas atau pihak yang memahami teknologi agar tidak salah dalam mengisi formulir,” imbuh Rasiyo, yang juga mantan Sekretaris Daerah Pemprov Jatim.
Baca Juga : Kecurangan UTBK 2025 Marak, Peserta Gunakan Teknologi hingga Media Sosial
Proses Seleksi Semakin Tidak Ramah bagi Masyarakat
Ia menilai, kompleksitas sistem SPMB justru membuat proses seleksi semakin tidak ramah bagi masyarakat. Namun, ia menekankan bahwa akar persoalan bukan sekadar pada teknis pendaftaran, melainkan juga keterbatasan infrastruktur pendidikan.
“Sebagus apapun aturannya, kalau infrastruktur sekolah tidak mencukupi, ya tetap akan jadi masalah,” kata mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim itu.
Rasiyo pun mendorong agar solusi jangka panjang segera ditempuh. Ia mengusulkan agar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota duduk bersama mencari titik temu, mengingat pendidikan bukan hanya tanggung jawab satu pihak.
“Memang kewenangan SMA ada di provinsi, tapi siswa itu adalah warga kabupaten/kota. Jadi pemerintah daerah juga harus ikut bertanggung jawab. Sudah saatnya ada keterbukaan dan sinergi dalam menyelesaikan persoalan pendidikan,” tegas politisi Partai Demokrat tersebut. (Wahyu/Aye)