Type to search

News Pemerintahan

Bahaya Amandemen UUD 1945: Rakyat Bisa Kehilangan Hak Pilih Presiden

Share
Wacana amandemen UUD 1945 kembali mencuat setelah MPR menggulirkan soal Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) menjadi keprihatinan +62

SUARAGONG.COM – Mau dibawa kemana ini Hubungan Nasih Rakyat dan Negara! Wacana amandemen UUD 1945 kembali mencuat setelah MPR menggulirkan soal Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Dalihnya sih buat arah pembangunan bangsa, tapi diam-diam wacana ini kayak “kotak pandora” yang bisa membuka peluang lebih besar: rakyat bisa kehilangan hak pilih langsung untuk menentukan presiden.

Bahaya Amandemen UUD 1945 Jika Beneran Terjadi

Awalnya, MPR lewat sidang tahunan menyebut ada dokumen awal PPHN. Padahal, sejak reformasi, MPR udah nggak lagi jadi lembaga tertinggi negara yang bisa mengeluarkan produk hukum setara Garis Besar Haluan Negara (GBHN) ala Orde Baru. Nah, belakangan, MPR rajin bikin diskusi publik soal amandemen konstitusi. Katanya sih, untuk “serap aspirasi masyarakat”. Tapi pengamat hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, kasih warning: ini bukan cuma soal PPHN.

“Kalau amandemen didorong untuk melegitimasi PPHN, itu akan membuka kotak pandora. Bisa jadi kewenangan MPR makin besar, bahkan jangan-jangan MPR bisa kembali pilih presiden,” kata Herdiansyah kepada Bloomberg Technoz.

Langkah Baru Penyesuaian Zaman Sekarang atau Kemunduran?

Kalau benar itu kejadian, jelas ini langkah mundur. Reformasi 1998 kan lahir salah satunya biar presiden dipilih langsung rakyat, bukan lewat “rapat keluarga” di MPR. Usulan PPHN menurut Herdiansyah hanyalah alasan tambahan buat mewujudkan rencana besar: mengembalikan MPR jadi lembaga super power.

“PPHN itu nggak relevan. Pemerintah udah punya UU Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai acuan. Kalau PPHN dipaksakan, sama aja injak-injak marwah reformasi,” ujarnya.

Di era Orde Baru, GBHN memang jadi senjata buat menilai presiden, bahkan bisa jadi alasan untuk menjatuhkan. Tapi konteks sekarang beda: presiden dipilih rakyat, dengan visi-misi yang ditawarkan saat kampanye. Logikanya, presiden harus konsisten dengan mandat rakyat, bukan sekadar dokumen PPHN.

Herdiansyah bahkan nyeletuk pedas: “Ada yang keliru cara berpikir teman-teman MPR. Seperti lagu Peterpan, kaki di kepala, kepala di kaki. Mereka ahistoris.”

Baca Juga : DPR Resmi Sahkan Revisi RUU TNI Jadi Undang-Undang

MPR Masih Incip-incip 3 Opsi Hukum Buat PPHN

Sementara itu, MPR mengaku sedang kaji tiga opsi hukum buat PPHN: amandemen UUD 1945, konsensus nasional, atau cukup lewat undang-undang. Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno, bilang substansi PPHN udah disepakati: pembangunan berkelanjutan, SDM unggul, hukum kuat, dan lain-lain. Bahkan Presiden Prabowo juga sempat kasih masukan soal PPHN, seperti pentingnya pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan.

Masalahnya, sejak amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, MPR udah kehilangan wewenang untuk bikin GBHN. Pembangunan nasional sekarang berbasis Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang diturunkan ke dalam rencana jangka panjang, menengah, dan pendek.

Jadi, kalau amandemen ini benar-benar terjadi, jangan kaget kalau hak rakyat buat milih presiden bisa terancam dicabut. Pertanyaannya: siap nggak kita mundur ke masa lalu, di mana suara rakyat digantikan oleh segelintir elit? (Aye/sg)

Tags:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69