BMKG Beri Sinyal Siaga Hadapi Bencana Akibat Perubahan Iklim
Share

SUARAGONG.COM – Selayaknya mood perempuan yang sering berubah, kali ini Cuaca di tanah air pun ikut berubah. Sampai dimana cuaca indonesia akan memasuki masa perubahan iklim. Dari Pers Rilis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan pada masyarakat untuk tidak lengah terhadap ancaman bencana yang makin sering muncul akibat perubahan iklim. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa 95 persen bencana di Indonesia berasal dari faktor hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, kekeringan, hingga badai tropis. Yang mana masyarakat harus sedia payung sebelum hujan, karena bisa terjadi kapan saja. Mood Sang langit tiba-tiba berubah.
Perubahan Iklim: BMKG Imbau Masyarakat Antisipasi Potensi Bencana
Dalam pernyataan resminya, Kamis (24/4/2025), Dwikorita menyebut tahun 2024 sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah berdasarkan pengamatan World Meteorological Organization (WMO), bahkan melampaui rekor suhu pada tahun 2023.
“Tren suhu terus meningkat secara konsisten. Ini bukan lagi hanya isu global, tapi juga sangat terasa di Indonesia,” ujarnya.
Kondisi iklim di Indonesia, menurutnya, makin kompleks dan sulit diprediksi karena melibatkan banyak faktor yang saling berkaitan. Dwikorita mencontohkan banjir besar Jakarta pada 2020 sebagai akibat dari hujan ekstrem yang turun dalam waktu singkat—sebuah bukti nyata bahwa cuaca makin sulit ditebak.
Yang lebih mengkhawatirkan, katanya, bencana sekarang tak hanya dipicu oleh faktor alamiah. Dinamika sosial seperti pertumbuhan penduduk, perubahan tata guna lahan, hingga minimnya literasi kebencanaan juga turut memperparah dampak bencana.
Baca Juga : BMKG Ingatkan Potensi Tsunami di Pesisir Indonesia Saat Mudik Lebaran
Sistem Peringatan Dini
Sebagai respons, BMKG telah membangun sistem peringatan dini yang cukup lengkap. Mulai dari observasi cuaca, pemrosesan data, hingga penyebaran informasi ke masyarakat luas. Namun tetap ada tantangannya besar yang harus ditangani, Terutama untuk menjangkau wilayah-wilayah yang masih minim akses komunikasi dan infrastruktur.
“Kita butuh pendekatan yang lebih inklusif. Edukasi kebencanaan, literasi iklim, dan teknologi adaptif berbasis komunitas harus jadi prioritas,” tegasnya.
Baca Juga : BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat di Awal Ramadan
Dwikorita juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor—dari pemerintah daerah, BNPB, Basarnas, TNI, Polri, hingga media massa dan komunitas lokal. Tujuannya satu: menjembatani antara teknologi dan pemahaman publik terkait cuaca dan potensi bahaya lainnya. Sehingga dapat meminimalisir kejadian dan korban.
“Sistem peringatan dini bukan sekadar alarm, tapi langkah awal untuk aksi nyata. Harus tepat waktu, mudah dipahami, dan bisa diakses semua orang—terutama mereka yang tinggal di zona rawan bencana,” pungkasnya.
BMKG berharap, dengan sinergi yang kuat, Indonesia bisa lebih tangguh menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin nyata dan tak bisa dianggap enteng. (aye)
Baca Juga Artikel Berita Lain dari Suaragong di Google News