Brain Rot: Terlalu Lama Main HP Bisa Picu Pembusukan Otak?
Share

SUARAGONG.COM – Pernah dengar istilah brain rot alias “pembusukan otak”? Istilah ini bukan cuma kiasan, lho. Baru-baru ini, Oxford University Press menjadikannya sebagai Word of the Year, menggambarkan kondisi kemunduran mental akibat terlalu sering mengonsumsi konten digital berkualitas rendah.
Fenomena ini kini jadi sorotan para ahli, terutama karena semakin banyak remaja dan orang dewasa yang menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari di depan layar—baik untuk nonton video, scroll media sosial, atau main game online.
Apa Itu Pembusukan Otak atau Brain Rot?
Mengutip Euronews (20/6/2025), Dr. Andreana Benitez, pakar neurologi dari University of South Carolina, menyamakan konten digital yang ringan dan dangkal seperti makanan cepat saji bagi otak. “Kalau dikonsumsi berlebihan, ya jelas bisa berdampak ke kesehatan mental,” katanya.
Tapi, apakah benar screen time yang berlebihan bisa merusak otak?
Data CDC: 4–6 Jam Sehari di Depan Layar
Menurut CDC Amerika Serikat, setengah dari remaja di AS menghabiskan lebih dari 4 jam per hari menatap layar. Sementara orang dewasa rata-rata online lebih dari 6 jam. Meskipun belum ada standar baku soal batas aman screen time, banyak studi menunjukkan adanya korelasi antara durasi layar yang tinggi dengan depresi, kecemasan, dan gangguan konsentrasi.
Salah satunya, Studi ABCD (Adolescent Brain Cognitive Development) yang merupakan riset jangka panjang terbesar soal perkembangan otak anak di AS. Hasilnya? Remaja dengan screen time tinggi cenderung mengalami lebih banyak gangguan mental dan gejala fisik.
Baca Juga : Manfaat Minuman Coklat yang Jarang Diketahui
Kata Ilmuwan: Bukan Cuma Durasi, Tapi Juga Jenis Konten
Dr. Costantino Iadecola dari Weill Cornell Medical Center menekankan pentingnya aktivitas fisik dan interaksi sosial untuk perkembangan otak, khususnya pada anak dan remaja. “Otak butuh stimulasi yang bervariasi. Kalau hanya terpaku pada layar, apalagi yang kontennya dangkal, itu bisa menghambat perkembangan,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Benitez menambahkan bahwa kualitas konten lebih penting dari sekadar durasinya. “Kalau isinya negatif, penuh kekerasan, atau tidak menantang, otak bisa mengalami kelelahan mental bahkan distorsi cara pandang terhadap realitas,” jelasnya.
Baca Juga : Penelitian: Anak-anak Hadapi Risiko Serius Saat Bermain di Roblox
Rekomendasi Ahli: Batasi Layar, Bangun Kebiasaan Sehat
American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan agar keluarga membuat media plan—semacam aturan internal tentang kapan, di mana, dan bagaimana gawai boleh digunakan. Aktivitas luring seperti olahraga dan seni juga penting untuk keseimbangan tumbuh kembang anak.
“Teknologi bisa positif, asal digunakan dengan bijak dan tidak berlebihan,” ujar Iadecola.
Di sisi lain, Prancis mengambil langkah tegas. Panel pakar yang ditunjuk Presiden Emmanuel Macron baru-baru ini merekomendasikan:
- Anak di bawah 3 tahun tidak boleh terpapar layar sama sekali.
- Anak usia 3–6 tahun penggunaan layar sangat dibatasi.
- Anak di bawah 11 tahun tidak boleh punya ponsel.
- Anak di bawah 13 tahun tidak boleh punya akses internet di ponsel.
Baca Juga : 5 Makanan Ini Bikin Otak Tajam & Memori Kuat
Media sosial hanya boleh diakses oleh anak di atas 15 tahun, itupun lewat platform yang etis, seperti Bluesky.
Panel itu juga memperingatkan bahwa anak-anak sangat rentan terhadap konten berbahaya seperti pornografi dan kekerasan di media sosial.
Jadi, brain rot bukan sekadar istilah viral. Ini peringatan penting bahwa kita, terutama anak-anak dan remaja, perlu mengelola screen time dengan lebih sehat. Mulai dari pilih-pilih konten, istirahat dari layar, sampai menjaga aktivitas fisik dan interaksi sosial. (Aye)