Kepergian Ki Anom Suroto Tapi Panggung Budaya Tak Padam
Share
SUARAGONG.COM – Gaes, kita kudu berhenti sebentar dan ngasih respect buat sosok yang udah bikin panggung wayang jadi hidup Ki Anom Suroto. Yup, sang maestro kulit purwa udah pamit ke panggung terakhirnya. Lewat artikel ini kita bakal kenalan lebih dalam sama perjalanan hidupnya, momen-momen penting, dan warisan yang ditinggalkan. Yuk, kita bahas dalang Ki Anom Suroto yang keren abis.
Siapa Sih Dalang Ki Anom Suroto?
Dalang Ki Anom Suroto itu bukan cuma nama itu simbol tenaga, dedikasi, dan cinta buat budaya Jawa. Lahir 11 Agustus 1948 di Juwiring, Klaten, Jawa Tengah. Beliau belajar wayang dari ayahnya yang juga dalang, dan tumbuh jadi figur yang punya pengaruh gede di dunia pedalangan.
Kalau kamu mikir wayang itu kuno, tunggu dulu karena Ki Anom bener-bener bikin wayang kulit jadi hidup, relevan, dan bisa dikomunikasikan ke generasi sekarang. Katanya, set-iap panggung wayang yang dibawakannya bukan sekadar tontonan, tapi sebuah perjalanan batin.
Baca juga: Wayang Masuk Sekolah Jombang Warsubi Dorong Pelestarian Budaya
Kenapa Berita Kepergiannya Jadi Momentum?
Pada Kamis, 23 Oktober 2025, Ki Anom Suroto berpulang di usia 77 tahun. Lama-dirawat karena serangan jantung dan diabetes, beliau akhirnya menghembuskan napas terakhir di RS Dr Oen Kandang Sapi, Solo.
Nah, momen ini jadi penting karena bukan cuma kehilangan pribadi seniman tapi juga kehilangan saksi hidup sekaligus pelaku aktif pelestarian budaya. Banyak seniman, politisi, komunitas datang melayat menunjukkan bahwa dalang Ki Anom Suroto itu lebih dari sekadar dalang wayang dia bagian dari benang budaya kita.
Baca juga: Bupati Warsubi Kenalkan Wayang ke Pelajar
Awal Karier dan Puncak Nama
Waktu masih muda, Ki Anom udah aktif. Pernah tampil di RRI tahun 1968 dan kemudian naik ke panggung nasional. Beliau juga sempat mendalang di lima benua, seriusan! Jadi bukan hanya dikenal di Jawa atau Indonesia, tapi juga level internasional.
Selain mendalang, beliau punya peran sebagai pembina dalang muda, aktif dalam koperasi dalang, serta menciptakan gending Jawa. Jadi, warisannya nggak cuma pentas, tapi juga pengembangan budaya ke depan.
Baca juga: Mengenal Wayang Wahyu Wayang Kulit Bernafaskan Katolik
Momen Terakhir dan Pesan yang Tersisa
Menjelang ajal, ada hal-hal yang bikin kita terharu. Anak beliau bilang bahwa sang bapak seminggu sebelum meninggal sempat mengumpulkan anak-anaknya, berpesan agar mereka rukun. Dia juga sempat pamit ke anaknya, dengan ungkapan dalam bahasa Jawa besok lunga adoh yang intinya saya akan pergi jauh.
Saat prosesi pemakaman, ada iringan gamelan yang memang diminta Ki Anom sebelum wafat. Patet Lindur dipakai sebagai suluk simbol bahwa manusia akan kembali. Bahkan jenazahnya dimakamkan di sisi makam ayahnya di Klaten, jadi penuh makna kultural dan keluarga.
Baca juga: Bawaslu Jember Pengawasan Pemilu Lebih Menarik dengan Wayang Kulit
Warisan dan Kenangan untuk Generasi Muda
Oke, jadi kita sekarang bagian paling penting kenapa dalang Ki Anom Suroto itu relevan buat kita, Gen Z, dan generasi yang akan datang? Karena:
- Beliau menunjukkan bahwa budaya tradisional gak mati, bisa nyambung dengan zaman.
- Aksi beliau sebagai pembina dalang muda ngebuka jalan supaya talenta baru gak ilang.
- Pesan-pesan rukun antar anak, semangat gotong royong, menghargai seni adalah semia ini relevan buat kita yang kadang keasyikan dunia digital.
Buat kamu yang suka nonton wayang atau pengen ngerti lebih dalam budaya Jawa, kisah beliau bisa jadi inspirasi jangan takut tradisional karena tradisional bisa tetap keren kalau disampaikan dengan hati.
Baca juga: Ngopi & Nonton Wayang Bareng Bank Jatim Jombang
Dalang Ki Anom Suroto bukan sekadar nama yang kita ungkit waktu ada berita meninggal. Beliau hidup dengan cara memperjuangkan budaya, menghidupi panggung wayang, dan menularkan semangat ke generasi berikutnya. Walaupun beliau sudah tiada, karya, nilai, dan warisannya tetap hidup. Jadi, kalau suatu saat kita nonton wayang kulit dan melihat sebuah adegan yang bikin adem siapa tahu itu jejak beliau. (dny)

