SUARAGONG.COM – Pernah nggak sih, kamu membuka media sosial hanya untuk merasa lebih buruk setelahnya? Entah karena membandingkan diri dengan orang lain, merasa left out dari sebuah tren, atau cemas karena postingan kita nggak mendapat respons sebanyak yang diharapkan. Nah, pengalaman semacam ini, yang sering disebut sebagai social media anxiety, ternyata punya dampak besar terhadap kesehatan mental kita.
Aku punya cerita menarik soal ini. Waktu itu, aku lagi gencar-gencarnya nge-post di Instagram. Awalnya cuma iseng, tapi lama-lama aku terobsesi dengan jumlah likes dan komentar. Kalau engagement-nya rendah, aku jadi merasa gagal. Aku sampai menghabiskan waktu berjam-jam buat stalking akun orang lain yang menurutku ‘lebih sukses.’ Akhirnya, tanpa sadar, aku masuk ke spiral negatif: insecure, overthinking, dan bahkan jadi susah tidur.
Apa Dampaknya?
Salah satu efek yang paling jelas adalah meningkatnya stres dan kecemasan. Kita cenderung terpaku pada standar yang nggak realistis, terutama karena kebanyakan orang hanya menampilkan sisi terbaik hidup mereka di media sosial. Jadi, ketika kita membandingkan diri dengan mereka, rasanya seperti kita nggak cukup baik.
Social media anxiety juga bisa memicu depresi. Menurut penelitian, orang yang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial cenderung memiliki self-esteem yang lebih rendah. Apalagi jika mereka terlalu fokus pada validasi eksternal—seperti jumlah likes atau komentar.
Selain itu, ada juga istilah FOMO (Fear of Missing Out), yang bikin kita merasa nggak tenang karena takut ketinggalan informasi atau momen penting. Efeknya? Kita terus-terusan scroll, yang akhirnya malah bikin kita capek mental.
Baca juga : Anxiety: Kenali Penyebab, Pemicu, dan Cara Mengatasi!
Cara Menghindarinya
Setelah sadar bahwa social media lebih banyak bikin aku stres daripada bahagia, aku mulai melakukan beberapa perubahan. Salah satu langkah terbesar adalah menetapkan boundaries. Aku mencoba nggak buka media sosial sebelum tidur atau saat bangun pagi. Rasanya? Jauh lebih lega! Aku juga unfollow akun-akun yang bikin aku merasa nggak cukup baik dan lebih memilih konten yang inspiratif atau edukatif.
Aku juga belajar untuk lebih mindful. Misalnya, sebelum posting sesuatu, aku bertanya ke diri sendiri, “Kenapa aku mau posting ini? Apakah untuk validasi, atau aku benar-benar ingin berbagi sesuatu yang berarti?” Dengan begini, aku nggak terlalu terjebak dalam lingkaran toxic dari mencari perhatian.
Akhirnya, aku sadar kalau kesehatan mental jauh lebih penting daripada jumlah likes atau followers. Media sosial memang bisa jadi alat yang hebat, tapi kalau nggak digunakan dengan bijak, itu bisa menggerogoti kita dari dalam. Jadi, yuk, mulai jaga diri dan gunakan media sosial dengan lebih sehat! (acs)
Baca berita terupdate kami lainnya melalui google news