Type to search

Gaya Hidup Hiburan

DPR Soroti Dugaan Praktik Monopoli Industri Perfilman

Share
DPR RI Soroti Praktik Monopoli di Industri Film Nasional

SUARAGONG.COM – DPR RI menyoroti dugaan adanya praktik monopoli di industri perfilman nasional. sekaligus mengungkap potensi kerugian besar akibat pembajakan film yang ditaksir mencapai Rp25 triliun per tahun.

DPR RI Soroti Praktik Monopoli di Industri Film Nasional

Menanggapi isu tersebut, dua organisasi besar dunia perfilman, Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI) dan Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI), memberikan penjelasan dan sikapnya terhadap kondisi terkini industri film tanah air.

Ketua Umum APFI sekaligus produser senior Chand Parwez Servia menilai bahwa penggunaan istilah “monopoli” dalam konteks industri film terasa berlebihan. Menurutnya, sistem distribusi film di Indonesia berjalan secara terbuka dan berbasis mekanisme pasar yang wajar.

“Film Indonesia bisa langsung didistribusikan ke bioskop. Tolok ukur rumah produksi besar seharusnya dilihat dari konsistensi menghadirkan karya yang diminati penonton atau meraih penghargaan, bukan sekadar omzet,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, Jumat (7/11/2025).

Chand menjelaskan bahwa proses kurasi film di bioskop berjalan cukup adil, karena dilakukan oleh komite yang dibentuk pihak eksibitor berdasarkan kualitas karya.

“Karya bagus akan dipilih, tidak terbatas pada rumah produksi besar. Prioritas utama adalah menjaga minat penonton agar terus datang ke bioskop,” tambahnya.

Tema yang Mendominasi atau Tumpang Tindih

Ia juga menyoroti tantangan besar industri perfilman saat ini, terutama pada keragaman tema dan jadwal rilis film yang kerap tumpang tindih.

“Jika film dengan genre dan promosi seragam dirilis bersamaan, pengalaman menonton bisa terganggu. Mekanisme pasar sedang beradaptasi menghadapi fenomena film yang menembus lebih dari 3 juta penonton. Sementara banyak film lain hanya tembus di bawah 30 ribu,” jelasnya.

Selain itu, Chand menegaskan bahwa pembajakan digital merupakan ancaman nyata. Hal ini bisa menimbulkan kerugian besar bagi industri maupun negara.

“Sudah saatnya supremasi hukum ditegakkan agar hak cipta dan industri kreatif kita terlindungi,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum PARFI Marcella Zalianty menilai isu dugaan monopoli dan maraknya pembajakan harus disikapi secara menyeluruh, Dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem perfilman.

“Dugaan monopoli mencerminkan ekosistem yang belum seimbang. Pemain besar tumbuh karena kapasitas dan investasi, Tapi bukan berarti pemain kecil tak punya ruang. Pemerintah dan industri harus menciptakan ekosistem inklusif agar PH kecil juga mendapat kesempatan tayang luas,” ujarnya.

Jalur Tayang Alternatif

Marcella juga menyoroti pentingnya memperluas jalur tayang alternatif di luar bioskop komersial.

“Festival film, ruang publik, atau kerja sama dengan BUMN dan destinasi wisata bisa menjadi ruang bagi film kreatif yang mungkin tak masuk jalur komersial utama,” jelasnya.

Kerugian Rp25 triliun Akibat Pembajakan Film

Terkait kerugian akibat pembajakan, Marcella menegaskan bahwa penegakan hukum di ranah digital masih sangat lemah.

“Kerugian Rp25 triliun menunjukkan lemahnya perlindungan hak cipta. Pemerintah, aparat hukum, dan platform digital. Antaranya seperti TikTok atau Telegram harus bekerja sama menindak pelaku dan melindungi karya anak bangsa,” tegasnya.

Baik APFI maupun PARFI sepakat bahwa masa depan perfilman Indonesia bergantung pada ekosistem yang inklusif, profesional, dan terlindungi dari praktik pembajakan.

Dengan penguatan regulasi dan dukungan pemerintah, industri film nasional diharapkan mampu tumbuh lebih sehat dan berdaya saing di tingkat global. (Aye/sg)

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69
  • sultan69