DPRD Kota Batu Desak Pengadaan Incinerator dan Digitalisasi Pasar
Share

SUARAGONG.COM – Sampah di Kota Batu kembali menjadi persoalan dan sorotan tajam publik. Menyusul tumpukan sampah yang makin meresahkan di berbagai titik, termasuk di kawasan Pasar Induk Among Tani. Sudah hampir tiga bulan lamanya, sejak penutupan TPA Tlekung, volume sampah kian tak terkendali. Memperparah kondisi lingkungan di tengah tingginya kunjungan wisatawan. Maka dari itu DPRD Kota Batu Mendesak untuk memasukan Incinerator dan Digitalisasi Pasar dalam Pengadaan.
Krisis Sampah di Kota Batu, DPRD Desak Pengadaan Incinerator dan Digitalisasi Pasar
Berbanding terbalik di saat geliat wisata yang tak pernah surut, sampah justru menjadi “pemandangan tetap” yang mengganggu kenyamanan. Tak hanya di jalan-jalan perkampungan, tetapi juga di pusat ekonomi rakyat seperti pasar tradisional. Kondisi ini menimbulkan keresahan baik bagi pedagang maupun pengunjung Pasar Induk Among Tani.
Menanggapi krisis sampah tersebut, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Batu, Agung Sugiono, mendorong adanya keterlibatan semua pihak dalam penanganan sampah secara sistematis dan berkelanjutan khususnya daerah-daerah seperti pasar.
Anggota DPRD Batu tersebut menilai, pemerintah perlu segera mengupayakan solusi konkret dengan pengadaan incinerator, yaitu alat pembakar sampah berkapasitas besar.
“Penanganan sampah tidak bisa setengah hati. Kita perlu alat pembakar seperti incinerator yang bisa menuntaskan sampah harian dalam jumlah besar. Ini PR besar kita semua,” ucap Agung, pada Selasa (1/7/2025).
Pendekatan Teknologi Untuk Pengelolaan Pasar
Ia juga menyinggung perlunya pendekatan teknologi dalam pengelolaan pasar modern. Menurutnya, warga Pasar Among Tani membutuhkan alat digital marketing untuk mendukung pemasaran produk secara daring.
“Sebagai pasar modern, digitalisasi pemasaran harus dimasukkan ke dalam kebutuhan dasar. Ini untuk memperkuat daya saing pedagang di era ekonomi digital,” jelasnya.
Senada, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Batu, Bambang Prahmohno, menegaskan bahwa pihaknya sangat mendukung pengadaan perangkat digital marketing di pasar.
Ia melihat bahwa kebutuhan ini bersifat strategis, bukan hanya untuk branding pasar, tetapi juga memperluas akses pasar bagi pedagang kecil.
“Kebutuhan ini konkret dan merupakan aspirasi warga pasar. Komisi B akan mengawal agar segera terealisasi,” ujar Bambang.
Baca Juga : Wakil Wali Kota Batu Apresiasi Bank Sampah Azalea RW 14 Ngaglik
Penumpukan Sampah Selama 3 Bulan
Sementara itu, Kepala UPT Pasar Induk Among Tani, Gadis Dewi Primandhasari, menyampaikan bahwa tumpukan sampah di pasar telah berlangsung hampir tiga bulan. Menurutnya, hanya sampah kering yang secara rutin diangkut oleh petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu.
“Padahal sampah seharusnya diangkut setiap hari. Sekarang hanya yang kering, sisanya menumpuk. Ini terjadi sejak TPA Tlekung ditutup,” jelas Gadis.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan aturan, pengelolaan sampah di TPS pasar merupakan kewenangan DLH, sementara Diskoperindag hanya menangani sampah di dalam area pasar.
“70 persen sampah di TPS Pasar Sayur itu organik, sisanya basah. Volume sampah harian sekitar satu setengah ton,” imbuhnya.
Baca Juga : Gubernur Khofifah Resmikan Dua TPS 3R di Lumajang: Sampah Jadi Rupiah
Koordinasi Belum Sinkron
Gadis mengungkap bahwa pihaknya seringkali membantu DLH dalam penanganan sampah, meski secara tupoksi itu bukan kewenangan Diskoperindag. Kondisi ini mengindikasikan belum sinkronnya koordinasi lintas dinas dalam menghadapi darurat sampah. Persoalan ini juga menjadi ujian nyata bagi Pemerintah Kota Batu dalam menyeimbangkan citra pariwisata dengan tata kelola lingkungan.
Dengan status Kota Batu sebagai destinasi wisata unggulan Jawa Timur, beban sampah bukan semata tanggung jawab DLH, tetapi juga memerlukan integrasi kebijakan lintas sektor, dari perencanaan tata ruang, edukasi lingkungan, hingga penguatan infrastruktur pengolahan sampah.
“Jika tak segera diselesaikan, krisis sampah ini bisa menjadi kontraproduktif dengan branding Kota Batu sebagai destinasi wisata ramah lingkungan,” tutupnya.
Persoalan sampah di Kota Batu harus dilihat secara sistemik, bukan hanya teknis. Diperlukan regulasi yang kuat, pendanaan yang memadai, dan kolaborasi multisektor agar krisis ini tidak menjadi bom waktu di tengah geliat pariwisata dan pertumbuhan ekonomi lokal. (mf/aye)