Probolinggo Siaga! Dua Desa Mulai Rasakan Dampak Krisis Air Bersih
Share

SUARAGONG.COM – Kabupaten Probolinggo kembali dihadapkan pada ancaman krisis air bersih yang mulai dirasakan sejak peralihan musim atau masa pancaroba. Seiring berjalannya waktu menuju musim kemarau, penurunan debit sumber air bersih dan mengeringnya sumur warga menjadi penyebab utama keterbatasan pasokan air untuk kebutuhan sehari-hari. Fenomena ini bukan hal baru, melainkan bencana ekologis tahunan yang hampir selalu terjadi di sejumlah wilayah Kabupaten Probolinggo setiap kali musim kemarau tiba.
2 Desa di Probolinggo Mulai Rasakan Dampak Krisis Air Bersih
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo telah melakukan pemetaan dan pemantauan intensif terhadap wilayah-wilayah yang berpotensi mengalami krisis air bersih. Berdasarkan hasil pemantauan terbaru, terdapat dua desa yang saat ini menjadi perhatian utama karena mulai mengalami dampak nyata dari kekeringan, yakni Desa Tulupari di Kecamatan Tiris dan Desa Tegalsono di Kecamatan Tegalsiwalan.
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Probolinggo, Zubaidullah, mengungkapkan bahwa meskipun puncak krisis air bersih biasanya terjadi pada bulan Agustus hingga September, gejala kekeringan dan penurunan debit air sudah mulai dirasakan sejak pancaroba. Hal ini menjadi sinyal awal yang harus diwaspadai dan ditangani secara cepat agar tidak menimbulkan dampak sosial yang lebih luas.
“Kalau dilihat dari tren, biasanya krisis air bersih terjadi di wilayah yang berpotensi saat masuk bulan Agustus–September. Namun, beberapa wilayah bisa juga mulai merasakan krisis air bersih sejak pancaroba,” ujar Zubaidullah.
Baca Juga : Krisis Air Bersih Landa Desa Tulupari, BPBD Probolinggo Salurkan Bantuan
Sumber Air Masyarakat Mulai Mengering
Kondisi di Desa Tulupari dan Tegalsono mencerminkan situasi yang memprihatinkan. Sumber air bersih yang selama ini diandalkan masyarakat untuk keperluan memasak, mandi, mencuci, hingga kebutuhan peternakan, mulai mengering. Sumur-sumur warga pun mengalami penurunan drastis pada ketinggian muka air, bahkan beberapa telah benar-benar kering sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Sebagai akibatnya, masyarakat di dua desa tersebut sangat tergantung pada pasokan air bersih dari luar wilayah mereka, utamanya dari mobil tangki air yang dikirimkan oleh BPBD.
Respons Cepat Melalui Distribusi Air Bersih
Menanggapi kondisi darurat ini, BPBD Kabupaten Probolinggo mengerahkan Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk melakukan distribusi air bersih secara terkoordinasi. Dalam prosesnya, BPBD bekerja sama dengan perangkat desa serta Agen Penanggulangan Bencana Provinsi Jawa Timur guna memastikan distribusi berjalan lancar dan tepat sasaran.
“Distribusi air bersih merupakan langkah darurat untuk mengatasi dampak kekeringan sehingga menyebabkan keringnya sumber air,” tegas Zubaidullah.
Distribusi dilakukan secara berkala berdasarkan permintaan resmi dari pemerintah desa. BPBD akan segera menurunkan armada tangki air bersih ke lokasi terdampak begitu permohonan diterima dan diverifikasi. Proses distribusi pun dijalankan dengan sistem antrean dan pembagian yang terorganisir, agar semua warga terdampak mendapat jatah sesuai kebutuhan dasar harian.
Air bersih yang dibagikan difokuskan untuk memenuhi keperluan mendesak masyarakat, seperti konsumsi, memasak, mandi, dan cuci. Sementara untuk keperluan sekunder lainnya, warga diimbau untuk melakukan penghematan seoptimal mungkin hingga kondisi pasokan air kembali stabil.
Upaya Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat
Selain penanganan darurat, BPBD juga terus mengupayakan langkah-langkah pencegahan untuk meminimalkan dampak krisis air bersih di wilayah lain. Masyarakat di daerah rawan kekeringan diminta lebih aktif dalam melaporkan potensi gangguan pasokan air ke Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD. Pelaporan dini akan memudahkan proses asesmen dan percepatan pengiriman bantuan air bersih.
Zubaidullah menambahkan bahwa peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengidentifikasi permasalahan secara cepat. Ia juga menekankan pentingnya menjaga lingkungan, termasuk menjaga kelestarian sumber air yang ada. Serta memperhatikan pola pemanfaatan air agar tidak terjadi pemborosan.
“Kami mengimbau masyarakat di wilayah lain yang mengalami kondisi serupa untuk tidak ragu segera melapor ke Pusdalops BPBD Kabupaten Probolinggo. Dengan pelaporan dini, kami bisa langsung turun tangan,” ujarnya.
Di sisi lain, krisis air bersih yang terus berulang setiap tahunnya menunjukkan perlunya solusi jangka panjang yang lebih sistematis. Pemerintah daerah bersama instansi terkait perlu merancang infrastruktur ketahanan air, seperti pembangunan tandon air skala besar, pipanisasi dari sumber air yang lebih stabil, hingga pemanfaatan teknologi penampungan air hujan.
Peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya air juga menjadi aspek penting dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin tidak menentu. Edukasi dan pelatihan tentang konservasi air, teknik pemanenan air hujan, dan efisiensi penggunaan air perlu digencarkan. Sebagai bagian dari adaptasi masyarakat terhadap ancaman kekeringan tahunan.
Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah daerah, BPBD, masyarakat, dan mitra kebencanaan lainnya, diharapkan krisis air bersih yang kini melanda Kabupaten Probolinggo dapat ditangani secara efektif. Baik untuk kebutuhan darurat maupun pembangunan sistem ketahanan air jangka panjang.
Krisis air bersih memang bukan hal baru bagi masyarakat Probolinggo, namun bukan berarti hal ini dapat dianggap remeh. Ketahanan air adalah pondasi dasar bagi kehidupan yang layak dan sehat. Oleh karena itu, upaya bersama harus terus diperkuat demi mewujudkan Kabupaten Probolinggo yang tangguh menghadapi kekeringan dan bencana hidrometeorologi lainnya. (Aye)