Duka Mendalam! Putri Ibu Santi Pejuang Ganja Medis Berpulang
Share

SUARAGONG.COM – Kabar duka datang dari Ibu Santi Warastuti Pejuang Ganja Medis untuk Putrinya. Putri tercintanya, Pika Sasi Kirana. Namun Putri yang cantik nan jelita ini menghembuskan napas terakhirnya pada Selasa, 18 Maret 2025. Kepergian Pika membawa kesedihan mendalam bagi keluarga, orang-orang terdekat dan netizen indonesia. Mengingat bagaimana kisah dan perjuangannya untuk mendapatkan secerah harapan demi ganja medis.
Rencananya, Pika akan dimakamkan pada Rabu di rumah duka Sasonoloyo Karangwetan, Sleman, Yogyakarta. Kepergiannya menjadi pukulan berat, terutama bagi sang ibu, yang selama ini berjuang agar ganja medis bisa digunakan sebagai alternatif pengobatan bagi anak-anak dengan cerebral palsy.
Perjuangan Ibu Santi Demi Ganja Medis Untuk Putri Cantiknya
Nama Santi Warastuti dikenal sebagai salah satu pejuang uji materi Undang-Undang Narkotika sejak 2020. Ia bersama para ibu lainnya berusaha meyakinkan pemerintah agar meneliti manfaat ganja medis untuk keperluan pengobatan. Namun, hingga kini, pasca putusan Mahkamah Konstitusi No.106/PUU-XVIII/2020, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk menindaklanjuti penelitian tersebut.
Baca Juga : Innalillahi, Mat Solar Bajaj Bajuri Meninggal Dunia
Pika sendiri mulai mengalami gangguan kesehatan sejak 2015, tepat saat usianya menginjak enam tahun. Padahal sebelumnya, ia adalah anak yang aktif dan ceria. Namun, seiring waktu, kondisinya memburuk hingga akhirnya dokter mendiagnosisnya menderita cerebral palsy pada 2017.
Sejak saat itu, Pika menjalani perawatan intensif. Ia rutin menjalani terapi fisioterapi, okupasi, dan wicara, serta mengonsumsi tiga jenis obat antikejang—asam valproat, carbamazepine, dan fenitoin. Sayangnya, pengobatan itu tidak mampu sepenuhnya mengendalikan kejang-kejangnya.
Baca Juga : Ilmuwan Korea Selatan Temukan Cara Mengembalikan Sel Kanker Menjadi Normal
Harapan yang Belum Terwujud
Dalam perjuangannya, Ibu Santi bergabung dengan komunitas Wahana Keluarga Cerebral Palsy, yang beranggotakan sekitar 5.000 orang tua dengan anak berkebutuhan khusus serupa. Dari komunitas ini, ia mengetahui pengalaman Dwi Pertiwi, seorang ibu yang pernah mencoba CBD oil—ekstrak ganja medis—sebagai terapi untuk anaknya saat tinggal di Australia. Namun, ketika kembali ke Indonesia, Dwi harus menghentikan terapi tersebut karena larangan hukum.
Pika sendiri mengalami kejang-kejang yang semakin sering. Awalnya, ia hanya mengalami tubuh lemas dan muntah-muntah. Namun, kondisi itu berkembang menjadi epilepsi yang kian memperburuk kesehatannya.
Kini, perjuangan panjang Ibu Santi menghadapi kenyataan pahit. Pika telah pergi, meninggalkan ibunya yang tetap berjuang agar tak ada lagi anak-anak dengan kondisi serupa yang kehilangan harapan akibat keterbatasan akses terhadap pengobatan. (aye)
Baca Juga Artikel Berita Lain Dari Suaragong di Google News