Gaes !!! 53% Gamers Pilih Game Single Player Dibanding Co-Op
Share

SUARAGONG.COM – Menurut laporan terbaru dari Midia Research yang dilakukan antara tahun 2023 hingga 2024. Tercatat sebanyak 53% dari 9.000 gamers yang disurvei lebih memilih untuk bermain game single-player dibandingkan dengan game co-op. Atau game live service yang bersifat online. Laporan ini mencerminkan kecenderungan gamers untuk menikmati pengalaman solo ketimbang bermain bersama orang lain. Tren ini cukup menarik mengingat industri game kian berkembang. Terutama dengan banyaknya fitur sosial dan multiplayer yang ditawarkan. Namun para Jomblo atau single-player ini tetap menjadi pilihan utama, khususnya bagi kalangan dewasa. Gak mau ngajak Ayank Main kah, Gamers?

FT : Midia Research yang dilakukan antara tahun 2023 hingga 2024
Berdasarkan penelitian ini, kecenderungan bermain game solo paling tinggi terdapat pada kelompok usia di atas 25 tahun, dengan 74% dari mereka yang berusia di atas 55 tahun lebih menyukai petualangan sendirian. Di sisi lain, hanya sekitar 30% pemain di bawah 19 tahun yang lebih memilih bermain single-player. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda lebih tertarik pada pengalaman bermain secara multiplayer.
Di kalangan pemain game mobile, tren serupa juga ditemukan. Meskipun banyak game mobile menawarkan fitur multiplayer, sebanyak 58% dari para pemain mobile justru lebih suka bermain game single-player. Ini menunjukkan bahwa preferensi untuk bermain sendiri bukan hanya terbatas pada konsol atau PC, tetapi juga meluas hingga platform mobile.
Popularitas Game Single-Player yang Terus Meningkat
Game single-player telah kembali menarik perhatian dengan kesuksesan beberapa judul besar. Misalnya, Elden Ring, yang dinobatkan sebagai Game of the Year 2022, berhasil meraih basis pemain yang luas berkat pengalaman bermain solo yang mendalam. Baru-baru ini, Black Myth: Wukong, game action RPG bertema mitologi Tiongkok, juga berhasil menarik perhatian banyak pemain meskipun berasal dari developer baru. Keberhasilan game single-player seperti ini menjadi bukti bahwa pengalaman bermain secara solo masih diminati oleh banyak orang.
Sementara itu, tren ini berbanding terbalik dengan game bertipe live service yang mengalami kemunduran. Contohnya, Concord, game besutan Sony, harus tutup kurang dari satu bulan setelah peluncurannya. Hal serupa terjadi pada Suicide Squad: Kill the Justice League, yang kesulitan mendapatkan pemain meskipun telah merilis season ketiga. Penyebab kegagalan game live service ini bermacam-macam, mulai dari harga yang mahal, gameplay dan mekanik yang kurang menarik, hingga masalah mikrotransaksi yang dianggap tidak seimbang.
Faktor di Balik Pilihan Single-Player
Beberapa faktor yang mempengaruhi preferensi terhadap game single-player termasuk keinginan untuk menikmati cerita yang lebih personal, kemampuan untuk bermain dengan tempo sendiri, dan kenyamanan bermain tanpa gangguan dari pemain lain. Selain itu, permainan Solo juga seringkali menawarkan narasi yang mendalam dan karakter yang kuat, yang mungkin sulit ditemukan dalam game multiplayer.
Pilihan untuk bermain solo atau Single juga bisa menjadi cara bagi pemain untuk melepaskan diri dari kesibukan sehari-hari tanpa perlu bergantung pada pemain lain. Dengan berkembangnya teknologi dan peningkatan kualitas grafis, game single-player kini mampu menyuguhkan pengalaman yang hampir setara dengan film blockbuster, tetapi dengan interaksi yang lebih mendalam.
Implikasi Bagi Industri Game
Tren ini memberikan dampak signifikan terhadap industri game. Dengan meningkatnya minat terhadap game single-player, developer perlu memprioritaskan pengalaman solo yang menarik bagi pemainnya. Di sisi lain, para pengembang game live service mungkin perlu memikirkan kembali strategi mereka, terutama dalam hal mikrotransaksi dan nilai tambah yang diberikan kepada pemain.
Industri game saat ini dihadapkan pada tantangan besar dalam mempertahankan pemain. Dengan meningkatnya preferensi untuk pengalaman bermain sendiri, ke depannya kita mungkin akan melihat lebih banyak game solo. Yang Mungkin akan menawarkan cerita mendalam dan grafis berkualitas tinggi. Sementara itu, game multiplayer dan live service perlu menemukan cara baru untuk menarik perhatian pemain yang cenderung memilih bermain solo. (Aye/Sg)
Baca Juga : Gaes !!! Valorant Bersiap Beralih ke Unreal Engine 5, Riot Games: Janjikan Pengalaman Baru