SUARAGONG.COM – Seperti yang disampaikan pada judul, apakah ada sesuatu dengan ekonomi kita?. Ada Apa Dengan Ekonomi (AADE) kita Gaes?. Pasalnya hal ini di tandai dari proporsi kelas menengah yang terus merosot atau berkurang secara soignifikan dalam periode terakhir. Selain itu Indonesia mulai lama kelamaan terkikis seiring melemahnya daya beli beli kita. Dalam hal ini bukan dikatakan kita bisa belanja dan boros ya!!. Hal ini berdasar dari Kondisi ekonomi Indonesia yang tidak menentu belakangan ini. Dimana mulai menunjukkan dampak nyata, terutama pada kelas menengah. dan sebagaimana diketahui jika topangan besar negara salah satunya adalah di kelas menengah.
Beban Perekonomian Negara Ditopang Kelas Menengah
Ironisnya, meskipun mereka memegang peranan penting dalam perekonomian, kelas menengah seringkali tidak mendapatkan jaring perlindungan yang memadai dari pemerintah. Padahal, mereka adalah tulang punggung ekonomi Indonesia, dengan konsumsi dalam negeri yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi.
Ketika daya beli dan kemampuan finansial kelas menengah terus tertekan, ada kekhawatiran bahwa roda perekonomian Indonesia bisa melambat. Hal inilah yang maksudkan sebelumnya. Bagaimana tidak, sebagian besar pertumbuhan ekonomi kita masih sangat bergantung pada konsumsi domestik, yang sebagian besar didorong oleh kelas menengah ini. Hal ini apakah jadi pertanda akan Alaram kritis ekonomi?.
Laporan World Bank
Diungkapkan berdasar dan di dalam data laporan World Bank bertajuk ‘Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class’ kelas menengah adalah mereka yang memiliki pengeluaran sebesar Rp1,2 juta hingga Rp6 juta per bulan per kapita. Sementara itu, mereka yang mengeluarkan Rp354 ribu hingga Rp532 ribu per bulan per kapita dikategorikan sebagai kelas rentan. Dan, bagi mereka yang pengeluarannya di bawah Rp354 ribu per bulan per kapita, masuk dalam golongan miskin. Sebaliknya, bagi mereka yang mampu mengeluarkan lebih dari Rp6 juta per bulan per kapita, tergolong dalam kelas Renta.
Semakin sempit bergerak kelas menengah saat ini, Proporsi pun ikt menurun. Tengok saja, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang diolah oleh Bank Mandiri dalam Daily Economic and Market (Juli 2024), proporsi kelas menengah pada struktur penduduk Indonesia pada 2023 cuma 17,44 persen. Jumlah ini anjlok dari proporsi pada 2019 yang mencapai 21,45 persen.
Proporsi yang Terus Menyusut
Sementara proporsi kelas menengah terus menyusut, kelompok rentan justru mengalami peningkatan. Data menunjukkan bahwa proporsi masyarakat rentan melonjak dari 68,76 persen pada tahun 2019 menjadi 72,75 persen pada tahun 2023.
Fenomena ini semakin memperjelas bagaimana daya beli kelas menengah yang melemah berdampak langsung pada kesejahteraan mereka. Data dari Mandiri Spending Index memperlihatkan tren penurunan tabungan konsumen kelas menengah, khususnya yang memiliki simpanan antara Rp1 juta hingga Rp10 juta. Pada Januari 2023, indeks tabungan mereka berada di kisaran 100, namun angkanya terus merosot hingga mencapai 96,6 pada Mei 2024. Puncak penurunan terjadi pada April 2024, dengan indeks turun tajam ke level sekitar 90-an.
Keadaannya memang beginilah, Kelas menengah harus menggunakan tabungannya deh. Jika tren ini terus berlanjut, dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh mereka yang langsung terdampak, tetapi juga oleh keseluruhan perekonomian Indonesia.
Daya Beli Kelas Menengah yang Tidak Luput dari Tekanan
Daya beli kelas menengah juga tidak luput dari tekanan. bisa terlihat dari daya beli yang menurun dan dituntutt untuk berhemat. Sejak Januari 2023, daya beli mereka turun dari level 130-an hingga menyentuh 122,7 pada Mei 2024. Namun, dampak terbesar terlihat pada kelompok masyarakat dengan tabungan di bawah Rp1 juta. Tabungan mereka terjun bebas dari level 100 pada Januari 2023 menjadi hanya 41,8 pada Mei 2024. Tabungan tersebut sebagaimana disebutkan harus digunakan untuk menuhi kebutuhannya.
Jika daya beli kelas menengah turun, Kali ini kabar baik ada pada kelas renta dimana mengalami tingkat kenaikan daya beli yang berperngaruh signifikan terhadap ekonomi finansialnya. Tren menunjukkan peningkatan, naik dari level 90 pada Januari 2023 menjadi 109,1 pada Mei 2024.
Ahli Berpendapat
Giliran dari Ahlinya berpendapat nih gaes. Ronny P. Sasmita, Analis Senior di Indonesia Strategic and Economic Action Institution, menilai bahwa ancaman terhadap perekonomian kelas menengah ini tidak boleh diabaikan oleh pemerintah. Jika tren ini terus berlanjut, stabilitas ekonomi bisa terganggu, dan dampaknya akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Kelas menengah yang biasanya menjadi penggerak utama konsumsi domestik kini berada di titik kritis, dan pemerintah perlu segera mengambil langkah untuk melindungi dan memperkuat posisi mereka.
Ia juga menambahkan jika Dua sisi ini, baik konsumsi maupun investasi, adalah kontributor sangat penting terhadap pertumbuhan selain belanja pemerintah dan ekspor impor.
Tanda Kemerosotan Terlihat Sebelumnya
Sebenarnya tanda kemerosotan kelas menegah ini terlihat lebih dulu dari meningkatnya kredit macet (non performing loan/NPL) kredit kepemilikan rumah (KPR). Tercatat Menurut otoritas jasa keunagan (OJK) rasio NPL properti berada di level 2,4 persen pada Desember 2023. Angka itu lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 2,1 persen. Tak hanya dari situ saja, Bank Indonesia, Penjualan Mobil dan juga menurun.
Gejolak ekonomi yang menghantam kelas menengah Indonesia kini semakin terlihat jelas. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) di sektor properti naik menjadi 2,63 persen pada Januari 2024, dari 2,46 persen pada Januari 2023. Kenaikan ini mencerminkan kesulitan finansial yang meluas, tidak hanya di properti tetapi juga di sektor perbankan secara umum, dengan rasio NPL gross mencapai 2,34 persen pada Mei 2024.
Tekanan ini juga tercermin di sektor otomotif, di mana penjualan mobil mengalami penurunan signifikan. Penjualan wholesales selama semester I 2024 hanya mencapai 408.012 unit, turun 19,5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penjualan ritel juga turun 14 persen.
Gejolak Ekonomi
Gejolak ekonomi yang menghantam kelas tengah Indonesia kini semakin terlihat jelas. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) di sektor properti naik menjadi 2,63 persen pada Januari 2024, dari 2,46 persen pada Januari 2023. Kenaikan ini mencerminkan kesulitan finansial yang meluas. Tidak hanya di properti tetapi juga di sektor perbankan secara umum. Terlihat dengan rasio NPL gross mencapai 2,34 persen pada Mei 2024.
Tekanan ini juga tercermin di sektor otomotif, di mana penjualan mobil mengalami penurunan signifikan. Penjualan wholesales selama semester I 2024 hanya mencapai 408.012 unit, turun 19,5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penjualan ritel juga turun 14 persen. Pemerintah harus berhati-hati dalam membuat keputusan ekonomi agar tidak memperparah tekanan yang sudah dirasakan oleh masyarakat, terutama kelas menengah yang menjadi pilar ekonomi nasional. (Aye/Sg).