Jombang, Suara Gong
Hanya sejak Covid 19 melanda, kegiatan itu terhenti.”Mereka ke Tebuireng, pertama untuk mempelajari peradaban Islam. Kedua mengkaji secara ilmiah kitab-kitab karya Mbah Hasyim Asyari,” kata pria asli bumi Serambi Makkah, itu.
Rutinitas tersebut terungkap, saat koleksi kitab, buku harian, amalan dan doa-doa, dari tulisan tangan asli Mbah Hasyim Asyari, diperlihatkan kepada suaragong.com Jumat (24/3).
“Ada pelajar dari king’s college university of new york. Ada juga dari medical education of hongkong. Semua pelajar non muslim itu membaca kitab karya Mbah Hasyim, dan menjadi tahu bahwa islam tidak identik dengan teroris,” imbuh Gus Azwani.Sisi lain, dokumen milik pendiri NU itu hingga kini terawat dan tersimpan rapi di perpustakaan lingkungan Pesantren Tebuireng. Meski berusia ratusan tahun, karya original Mbah Hasyim, itu dipastikan aman dan awet.
Gus Adlan Jufri, kepala IT Perpustakaan Tebuireng, menyatakan, ada tehknik dalam merawat dokumen kuno milik Mbah Hasyim dan pesantren.”Suhu ruangan untuk menyimpan dokumen kuno itu disarankan dingin tetapi tidak lembab.
Antara 25 sampai 28 derajat celcius. Selain juga kita semprot dengan wewangian,” paparnya. Tercatat ada 18 kitab kuning tulisan tangan Mbah Hasyim. Semuanya merujuk pada kitab-kitab karangan empat mazhab atau imam di dalam Islam.
Yakni Syafi’i, Hambali, Hanafi, dan Maliki. Antara lain Kitab Adabul al alim wa al Muta’alim, Al Masajid, Al Jaasus fi Bayaani Hukmi al Naaquus, dan Al Qonun Al Asasi. “Nah kitab Adabul al alim wa al Muta’alim, itu yang paling populer.
Dipelajari tidak hanya oleh ulama Indonesia, tetapi juga ulama-ulama Internasional,” sambung Gus Adlan Jufri.Dan Kitab Adabul al alim wa al Muta’alim, lanjut Gus Adlan, juga termasuk bahan kajian Pastur se Asia Tenggara dan pelajar non muslim di Tebuireng.
Untuk diketahui, dokumen tulisan tangan KH Hasyim Asyari sendiri, berhasil dikumpulkan pihak pesantren diperkirakan sejak tahun dua ribuan. Sebelumnya naskah otentik dan buku-buku itu terpisah. Ada yang dibawa santri, ada pula yang tersimpan di rumah putra maupun cucu dan cicit Mbah Hasyim.
“Untuk memastikan itu original tulisan Mbah Hasyim, ada catatan bertuliskan Arham Faqirah Ilihi Ta’ala berikut tahunnya.
Seperti tulisan tahun 1365 Hijriah atau 1943 masehi ini. Juga ada buku diary Mbah Hasyim tahun 1921 kami simpan,” papar Gus Adlan. Agar bisa diajarkan kepada para santri, dan masyarakat luas, termasuk kajian bagi kalangan non muslim, seluruh karangan Mbah Hasyim, di moderenisasi. Kitab-kitab itu diperbanyak melalui tekhnik scanner, hingga ditulis ulang.
“Tahun 2009 salah satu santri senior Tebuireng, Ustad Ali Murtadho, menulis kembali kitab-kitab karangan Mbah Hasyim Asyari,” terang Gus Adlan. Jika sebelumnya naskah kuno ditulis dengan huruf pegon di atas kertas eropa (sebutan untuk kertas masa silam red.) dan di atas kulit, kini sudah disalin di atas kertas HVS 70 gram.
Dari 18 kitab-kitab dimaksud, baru 8 kitab yang ditulis ulang berikut terjemahan. Sebelum diedarkan, isi kitab kembali diuji dan dikaji.
Ini untuk memastikan keaslian konten karangan Mbah Hasyim.Saat berita ini ditulis, sedang berlangsung kajian Kitab Irsyadul Mu’minin, oleh KH Fahmy Amrullah di masjid utama pondok. Kitab tentang sejarah Rasulullah SAW, itu juga salah satu karangan Kyai Hasyim Asyari.
“Yang ikut kajian bukan hanya santri. Ini banyak juga masyarakat umum yang ikut,” kata Kyai Fahmy, yang juga cucu Mbah Hasyim. (Eko)