SUARAGONG.COM – Ambliopia, atau yang sering disebut sebagai “mata malas,” merupakan salah satu penyebab utama hilangnya penglihatan. Jika tidak ditangani sejak dini, kondisi ini dapat berdampak serius, termasuk kebutaan di usia dewasa. Dalam konferensi pers yang diadakan pada Hari Penglihatan Sedunia, Dr. dr. Feti Karfiati Memed, SpM(K), MKes, Dokter Spesialis Mata di RS Mata Cicendo, menjelaskan pentingnya deteksi dan terapi ambliopia pada anak-anak.
Apa itu Ambliopia?
Ambliopia adalah penurunan perkembangan penglihatan yang terjadi ketika otak tidak menerima rangsangan visual yang normal dari mata. Menurut Dr. Feti, “Hanya anak-anak yang bisa mengalami ambliopia. Jika tidak diterapi pada masa anak-anak, hal ini akan mengakibatkan hilangnya penglihatan secara permanen.” Penyebab paling umum dari hilangnya penglihatan pada orang dewasa berusia 20 hingga 70 tahun adalah ambliopia yang tidak diobati pada masa anak-anak.
Ambliopia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, strabismus (mata juling), dan kelainan dalam mata, termasuk katarak. Pemeriksaan penglihatan yang terlambat pada usia sekolah dapat menyebabkan masalah ini, karena ambliopia mulai sulit disembuhkan setelah usia 5 tahun. Jika terapi dilakukan setelah usia 8 hingga 10 tahun, risiko kehilangan penglihatan permanen meningkat.
Risiko dan Deteksi Dini
Anak-anak yang berisiko mengalami ambliopia antara lain mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan strabismus atau mata malas. Serta mereka yang menggunakan kacamata sejak kecil. Riwayat medis seperti kelahiran prematur, perkembangan terlambat, dan diabetes juga dapat meningkatkan risiko.
Penting untuk melakukan skrining mata pada bayi baru lahir pada usia sekitar 35 bulan atau antara 0 hingga 2 tahun. Untuk mengetahui riwayat kesehatan mata dalam keluarga. Dr. Feti menjelaskan, “Cek penglihatan pergerakan mata, posisi bola mata, dan refleks pada kornea serta melakukan cover test untuk melihat ada juling atau tidak.”
Skrining berikutnya sebaiknya dilakukan pada usia 36 hingga 47 bulan (3 hingga 4 tahun), di mana anak diharapkan dapat mengukur ketajaman penglihatan dan mengidentifikasi sebagian besar optotipe pada baris 20/50 di masing-masing mata. Skrining selanjutnya dilakukan ketika anak berusia di atas 60 bulan (5 tahun), di mana mereka diharapkan dapat mengidentifikasi optotipe pada baris 20/30 di setiap mata.
Dukungan Kesehatan dan Edukasi
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menambahkan bahwa sebagian pembiayaan kesehatan untuk ambliopia dan kasus-kasus anak lainnya akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan bagi peserta yang terdaftar. “Kami ingin mengingatkan masyarakat, terutama untuk melakukan deteksi lebih dini, dan memperkuat peran guru di sekolah untuk memperhatikan anak didiknya. Jika anak tidak dapat membaca dari jarak tertentu, ini harus segera dikonsultasikan,” ujar dr. Nadia.
Menyikapi pentingnya deteksi dini dan penanganan ambliopia, masyarakat diharapkan lebih sadar akan kesehatan mata, khususnya pada anak-anak. Penanganan yang tepat dan tepat waktu dapat membantu mencegah hilangnya penglihatan yang permanen dan memastikan perkembangan visual yang optimal bagi generasi mendatang. (Aye/Sg).
Baca Juga : Gaes !!! Benarkah Kacamata Anti Blue Light Melindungi Mata dari Sinar Biru?