Malang, Suaragong – Inflasi hijau atau green inflation adalah istilah yang sangat diperbincangkan oleh seluruh masayarakat Indonesia. Inflasi ini memiliki arti kenaikan yang terjadi akibat adanya transisi energi. Contoh inflasi ini sendiri bermacam-macam, salah satunya pajak karbon.
Perlu dipahami, transisi energi ini dimaksudkan untuk menuju ekonomi hijau yang ramah lingkungan. Akan Tetapi, mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan anggaran lebih yang berdampak pada keseimbangan ekonomi nasional.
Akibat dari tingginya biaya pengembangan energi terbarukan, lalu dengan naiknya beberapa harga barang dan jasa yang terkait dengan proses produksi dan distribusi yang ramah lingkungan, kemudian tercipta situasi yang kemudian disebut dengan green inflation.
Green inflation disebabkan oleh beberapa aspek, meliputi, yang sering kali memerlukan investasi besar dalam infrastruktur hijau, teknologi besar dalam infrastruktur hijau, teknologi baru, dan proses produksi yang lebih ramah lingkungan.
Penyebab utama dari green inflation mencakup biaya transisi yang tinggi menuju ekonomi hijau, yang acap kali memerlukan investasi besar dalam infrastruktur hijau, teknologi baru, dan proses produksi yang lebih ramah lingkungan.
Dampak Inflasi Hijau
Dampak inflasi hijau salah satunya adalah biaya produksi yang meningkat dapat tercermin dalam harga produk, memengaruhi keputusan konsumsi. Tak hanya itu, kenaikan harga barang hijau juga dapat memicu perubahan pada pola konsumsi masyarakat, menimbulkan pertanyaan akseseibilitas solusi berkelanjutan.
Inflasi Hijau sendiri menciptakan tuntutan dan harapan baru bagi para pemangku kepentingan, seperti investor, konsumen, hingga masyarakat umum. Perusahaan perlu menjelaskan untuk menjaga reputasi dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Solusi Green Inflation
Beberapa solusi kiranya dapat mereduksi kemungkinan inflasi hijau. Contohnya kendaraan listrik, biayanya lebih mahal dibandingkan kendaraan bermesin pembakaran internal.
Akan tetapi, beberapa kekuatan yang tampak bersifat inflasi saat ini dapat menjadi disinflasi di masa depan. Akan datang waktunya harga komoditas turun, dan sebagai importir komoditas besar, Asia Tenggara kelak akan menjadi penerima manfaat paling besar.
Tanah air merupakan negara kepulauan. DIilimpahi berbagai jenis energi terbarukan, baik tenaga surya, arus laut ombak, bioenergi, hingga panas bumi.
Menurut data Kementrian ESDM, potensi energi terbarukan Indonesia sebanyak 3.600 gigawatt (GW) yang didominasi tenaga surya. Tetapi pemanfaatan energi terbarukan masih rendah karena penggunaan energi fosil.
Sejumlah upaya dilakukan pemerintah, seperti regulasi Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Namun selain masih memerlukan aturan-aturan turunan, keterbatasan teknologi dan pembiayaan masih menjadi hambatan dalam pengembangan energi terbarukan. (acs)
Comments 1