SUARAGONG.COM – Di tengah konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina, wilayah Gaza menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi para jurnalis. Sejak eskalasi terbaru dalam perang Israel-Hamas, setidaknya 75 jurnalis telah kehilangan nyawa mereka. Hal tersebut juga menjadikan konflik ini sebagai salah satu yang paling mematikan bagi media dalam sejarah modern manusia. Angka ini diungkapkan oleh The Committee to Protect Journalists (CPJ). Sebuah organisasi yang berfokus pada perlindungan kebebasan pers di seluruh dunia.
Perjuangan dan Resiko Jurnalis Gaza di Tengah Konflik
Bagi para jurnalis di Gaza, ancaman kematian bukanlah satu-satunya bahaya yang harus mereka hadapi. Mereka juga berhadapan dengan intimidasi langsung dari militer Israel. Pemindahan paksa dari tempat tinggal mereka, hingga terbatasnya akses terhadap internet dan alat komunikasi lainnya. Kondisi ini semakin memperburuk situasi, mengingat betapa pentingnya peran mereka dalam melaporkan kejadian secara langsung kepada dunia internasional.
Presiden CPJ, Jodie Ginsberg, yang telah menjabat sejak 2022, memberikan pandangannya tentang perlindungan jurnalis di zona konflik seperti Gaza. Dalam wawancaranya, Ginsberg menegaskan bahwa jurnalis yang menjadi sasaran dalam konflik ini merupakan tindakan yang sangat sulit diterima. Kasus penyerangan pada 13 Oktober di Lebanon Selatan, yang menewaskan seorang jurnalis Reuters dan melukai enam orang lainnya. Menambah deretan panjang kejahatan terhadap jurnalis di Timur Tengah. Ginsberg, yang memiliki pengalaman luas sebagai koresponden asing untuk Reuters, juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keselamatan jurnalis di Gaza yang sering kali diancam, bahkan hingga keluarganya dibunuh.
Mengancam Nyawa Jurnalis Itu Sendiri
Tragedi yang dialami oleh Anas Al-Sharif, seorang jurnalis Al-Jazeera, adalah salah satu contoh nyata betapa berbahayanya profesi ini di Gaza. Pada awal Desember, rumah keluarganya dihantam oleh serangan udara Israel, menewaskan ayahnya yang berusia 90 tahun. Serangan semacam ini tidak hanya mengancam nyawa jurnalis itu sendiri, tetapi juga merenggut orang-orang yang mereka cintai, memperburuk trauma yang sudah ada.
Sejak awal tahun 2024, CPJ telah mendesak pemerintahan internasional. Termasuk juga Presiden AS Joe Biden, untuk bertindak lebih tegas dalam melindungi jurnalis di wilayah konflik. Ginsberg menegaskan bahwa jurnalis adalah warga sipil yang juga berhak mendapatkan perlindungan. Penutupan akses komunikasi yang sering kali dilakukan di Gaza, menurutnya, merupakan kejahatan perang yang menghambat penyebaran informasi penting kepada dunia luar.
Tekanan Hamas
Di sisi lain, jurnalis di Gaza juga menghadapi tekanan dari Hamas. Sebelum perang terbaru ini, pemerintah Hamas sering kali menekan dan menyensor jurnalis yang bekerja di wilayah mereka, terutama mereka yang dianggap berafiliasi dengan partai-partai saingan seperti Fatah. Penelusuran CPJ menunjukkan bahwa Hamas telah menangkap jurnalis lokal dan melarang media yang kritis terhadap pemerintahannya. Kondisi ini membuat kebebasan pers di Gaza semakin terjepit di antara dua kekuatan besar, Israel dan Hamas.
Upaya GPJ Melindungi Awak Pers
Dalam upaya melindungi para jurnalis di Gaza, CPJ telah berusaha memberikan panduan keselamatan dan mendorong pemerintah internasional untuk memastikan pasokan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai. Namun, Ginsberg mengakui bahwa dalam situasi yang sangat berbahaya seperti ini, tidak ada tempat yang benar-benar aman di Gaza, bahkan dengan perlengkapan keselamatan terbaik sekalipun.
Ginsberg juga menyerukan agar Amerika Serikat dan sekutunya memanfaatkan pengaruh mereka untuk menekan Israel agar bekerja sama dalam penyelidikan terhadap pembunuhan jurnalis, termasuk dalam kasus kematian jurnalis Reuters, Issam Abdallah, di Lebanon Selatan. Ia menekankan bahwa investigasi ini harus dilakukan dengan cepat, transparan, dan menyeluruh sesuai dengan standar internasional.
Jurnalis yang Gagah dan Berani
Gaza saat ini adalah medan pertempuran yang juga menjadi kuburan bagi banyak jurnalis yang berani. Dalam situasi yang semakin memanas, peran jurnalis lokal dan internasional sangat krusial. Dimana mereka ada dan berjuang untuk memastikan bahwa dunia tetap mendapatkan informasi yang akurat dan mendalam mengenai apa yang terjadi di sana. Namun, dengan risiko yang begitu tinggi, pertanyaan besar yang tersisa adalah: sampai kapan mereka bisa bertahan? (Aye/Sg).