“Prevalensi perokok tinggi, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (27,3%) dan menengah ke atas (19,5%). Selain menjadi beban ekonomi bagi rumah tangga miskin, rokok juga dikaitkan dengan tingginya angka stunting di keluarga perokok.” Ujar Erwin pada Jumat (25/10/2024) di Surabaya.
Meskipun industri rokok menyumbang Rp103 triliun pada pendapatan negara, dampak kesehatan akibat konsumsi rokok memerlukan biaya hingga Rp378,75 triliun. Data survei kesehatan 2023 di Jawa Timur menunjukkan bahwa usia merokok pertama kali berada di rentang 15-19 tahun. Hal ini mendesak pengetatan aturan Kawasan Tanpa Rokok untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Erwin menjelaskan bahwa Perda KTR berfokus mencegah perokok pemula, menurunkan penyakit akibat rokok, dan meningkatkan produktivitas dengan menciptakan lingkungan yang sehat. Di sisi lain, H.M. Hasan Irsyad, anggota DPRD Jawa Timur, menyebutkan bahwa pembentukan Perda KTR merupakan inisiatif Bapemperda DPRD Jatim. Dimana sudah melalui penyempurnaan dengan masukan berbagai pihak, termasuk Dinkes dan OPD terkait.
Menurut Tenaga Ahli Bapemperda, Moh Saleh, Perda ini tidak bertujuan melarang rokok, tetapi membatasi area merokok hanya di tempat khusus yang disediakan. “KTR akan diterapkan di fasilitas kesehatan, sekolah, tempat ibadah, tempat bermain anak, dan kantor pemerintah, dengan pembangunan area khusus merokok yang dipisahkan dari gedung utama dalam dua tahun ke depan,” jelas Saleh.
Disahkan pada 9 September 2024, Perda KTR diharapkan menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat dan budaya hidup tanpa rokok bagi masyarakat Jawa Timur. (Aye/Sg).
Baca Juga : Gaes !!! Dua Rencana Kebijakan Rokok di Era Prabowo Tengah Di Pantau Bea Cukai