Banyuwangi, Suara Gong
Proses hukum dugaan penganiayaan dan perundungan antar siswa dengan terduga pelaku B (13) dan korban RDA (13), keduanya siswa kelas VIII, SMPN 4 Banyuwangi terus bergulir. Polisi masih melakukan penyelidikan dan penyidikan guna mengungkap kasus tersebut.
Plt Asdep Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) Kemen PPPA, Atwirlany Ritonga meminta, agar penegak hukum lebih jeli dan berhati-hati dalam menangani kasus tersebut.
Sebab, baik terduga pelaku maupun korban sama masih berusia di bawah umur. Artinya disebut sebagai anak konflik hukum (AKH). “Anak pelaku ya harus dihukum, tidak bisa seperti itu. Pada hakekatnya AKH adalah korban. Korban dari lingkungan yang salah, korban dari pengasuhan,” kata Atwirlany Ritonga, Rabu (18/10/2023).
Memang, kekerasan terhadap anak sebagaimana di atur dalam pasal 80 ayat 2 Jo pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan pidana penjara paling lama (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
“Meski demikian penyelesaiannya tidak serta merta kaku menggunakan regulasi itu,” tegasnya. “Namun mengingat korban dan AKH masih anak – anak, maka perlu berpedoman pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 3 UU SPPA telah mengatur hak anak selama proses peradilan,” tambahnya.
Dalam pasal 5 ayat (1) dan (3) UU Nomor 11 tahun 2012 bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif
Baca Juga : Gaes !!! Pleno PAW Anggota Dewan Probolinggo Fraksi PPP Rampung
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi. Maka dalam kasus ini mendorong untuk diupayakan Diversi.
“Sebab ancaman tindak pidana yang dilakukan AKH di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Hal ini sesuai dengan pasal 7 ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,” paparnya.
Lebih lanjut, wanita yang lebih akrab disapa Lany itu menambahkan, dalam aturan tersebut juga disebutkan bila penangannya juga ditentukan berdasarkan usia. Bila usia AKH di bawah 14 tahun penangannya yakni dikembalikan kepada orang tua dengan pengawasan dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
Berbeda ketika usianya 14 tahun atau diatasnya, maka dapat dikenai tindakan pembinaan LPKA. Namun dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi. “Pertimbangan hasil litmas BAPAS dan laporan sosial oleh peksos juga menjadi syarat yang menentukan untuk proses penanganannya,” tandas Lany.
Sementara, Satreskirm Polresta Banyuwangi meningkatkan status kasus dugaan perundungan dan penganiayaan di SMPN 4 Banyuwangi di tahap penyidikan. Meski begitu belum ada yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
Kasatreskrim Polresta Banyuwangi, Kompol Agus Sobarnapraja mengatakan, naiknya status dari penyelidikan ke penyidikan didapat setelah polisi melakukan gelar perkara.
“Hasil gelar perkara menyatakan status kasus naik menjadi penyidikan. Penyidik telah memeriksa 7 orang saksi. Salah satunya korban berinisial RDA (13) siswa kelas VIII SMPN 4 Banyuwangi,” kata Kompol Agus Sobarnapraja.
Setelah kasus naik ke penyidikan, aparat akan kembali memanggil saksi-saksi untuk memenuhi alat bukti. Soal penetapan tersangka, pihaknya masih akan menunggu hasil penyidikan yang masih berjalan.
Ada beberapa alat bukti utama yang telah dimiliki oleh kepolisian. Salah satunya, video perkelahian di salah satu tempat kejadian perkara, yakni di area sekolah. “Video kejadian juga sudah kami dapatkan,” ungkapnya.
Mengingat kasus tersebut melibatkan anak – anak, aparat akan memprosesnya berdasarkan undang-undang sistem peradilan pidana anak.
“Kami akan berpedoman pada hukum acara khusus yang diatur dalam undang-undang sistem peradilan pidana anak. Yang tentunya ada beberapa hal yang tidak sama perlakuannya dengan pelaku dewasa,” pungkasnya. ( kam/man)