Gaes !!! Kenaikan PPN Berpotensi Menurunkan Pertumbuhan Ekonomi
Share

SUARAGONG.COM – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memberikan peringatan mengenai potensi dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut INDEF, jika PPN yang saat ini sebesar 11 persen dinaikkan menjadi 12 persen pada tahun depan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa turun di bawah 5 persen.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Turun
Pengembangan Big Data INDEF menghipotesa kenaikan PPN berpotensi menekan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah. Hal ini mengingatkan bahwa meskipun pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal terakhir sebelum pandemi COVID-19 masih mencatatkan pertumbuhan 5 persen. Pasca-pandemi pertumbuhan tersebut menurun menjadi 4,9 persen. Penurunan ini sudah cukup signifikan dan dapat menjadi indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh lebih lanjut oleh kenaikan PPN.
Kondisi Ekonomi Sedang Turun
Pelaksanaan juga dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi yang sedang turun. Kita bisa melihat pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen pada tahun depan. Publik INDEF berdiskusi Kelas Menengah Turun Kelas menambahkan bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen dari pertumbuhan ekonomi. Sehingga penurunan konsumsi bisa berakibat langsung pada perlambatan ekonomi.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Berdasarkan Pasal 7 UU tersebut, tarif PPN ditetapkan sebesar 11 persen mulai 1 April 2022, dan akan naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Konsumen Yang Menurun
Tren penurunan konsumsi yang telah terjadi harus menjadi perhatian serius. Dengan kenaikan tarif PPN, diharapkan pemerintah bisa mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi yang ada. Hal ini agar tidak semakin memperburuk kondisi konsumsi rumah tangga. Pentingnya evaluasi mendalam terkait dampak dari kebijakan pajak terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Kini dalam kurun pertengahan tahun 2024 hingga kini terjadi deflasi yang disebabkan oleh adanya penurunan harga pangan. Dimana memang menjadi perhatian pemerintah. Sejauh ini, pemerintah melakukan banyak upaya agar harga pangan bisa turun sehingga tidak memicu inflasi.
Deflasi Bukan Hanya Penurunan
Deflasi berasal dari harga pangan, itu kan memang diupayakan oleh pemerintah untuk menurunkan. Terutama kan waktu itu inflasi dari unsur harga pangan kan cukup tinggi terutama dari beras, kemudian El Nino. Penurunan harga-harga alias deflasi karena harga pangan turun berarti itu tren yang positif. Meski begitu, pemerintah tetap akan waspada pada pergerakan inflasi ke depan. Sebagai informasi tambahan, deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut juga menjadi salah satu indikator menurunnya daya beli masyarakat, yang dapat memperburuk kondisi ekonomi jika tidak ditangani dengan bijak. Secara keseluruhan, rekomendasi INDEF adalah agar pemerintah memikirkan ulang rencana kenaikan tarif PPN ini. Atau setidaknya melakukan penyesuaian strategi untuk memitigasi dampak negatif yang mungkin. Jika situasi ini dibiarkan tanpa intervensi yang tepat. Deflasi dapat memicu deflation trap, di mana penurunan harga terus berlanjut, memperdalam resesi, dan menciptakan lingkaran setan yang sulit dihentikan.
Berkurang dan Melemahnya Indikator
Dalam jangka panjang, deflasi bisa menurunkan laba perusahaan, mengurangi investasi, dan akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Pemerintah perlu bertindak cepat untuk mencegah dampak negatif lebih lanjut. Kebijakan yang tepat, baik dalam bentuk stimulus fiskal maupun moneter, diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat.
Indikator Pertumbuhan Ekonomi
Deflasi bukan sekadar penurunan harga; ia juga bisa menjadi indikator melemahnya daya beli masyarakat dan menurunnya kepercayaan konsumen. Hal ini terlihat dari anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,01% pada 3 September 2024, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi dampak jangka panjang deflasi. Penurunan harga yang berkepanjangan bisa menyebabkan produsen mengurangi produksi, memotong upah, dan bahkan melakukan PHK massal, yang pada gilirannya bisa meningkatkan pengangguran dan memperburuk kondisi ekonomi (Ind)