SUARAGONG.COM – Hingga akhir Agustus 2024, Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan hasil yang masih sesuai dengan target. Sebagaimana yang telah dicanangkan dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam konferensi pers APBN KiTa, mengungkapkan bahwa perbaikan terlihat signifikan. Terutama dari sisi pendapatan negara.
APBN 2024 Hingga Akhir Agustus Terpantau Masih On-track
Pada konferensi yang digelar di Aula Mezzanine Kompleks Kementerian Keuangan Jakarta, Sri Mulyani menyatakan bahwa pendapatan negara telah mencapai Rp1.777 triliun. Angka tersebut mencerminkan 63,4% dari target yang telah ditetapkan. Namun, meski terjadi sedikit kontraksi sebesar 2,5% secara tahunan (year on year). Menkeu berpandangan optimis, bahwa angka tersebut akan terus membaik hingga akhir tahun. “Kontraksi ini jauh lebih kecil dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Harapannya, sampai akhir tahun kita bisa menjaga agar pendapatan negara terus mengejar targetnya.” Jelasnya.
Dari sisi belanja negara, angkanya telah mencapai Rp1.930,7 triliun atau 58,1% dari total pagu belanja negara tahun 2024. Menkeu mencatat pertumbuhan belanja negara yang kuat, mencapai 15,3% secara tahunan. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh kebutuhan untuk Pemilu serta program bantuan sosial dalam rangka menghadapi dampak El Nino yang mengancam sektor pertanian dan ketahanan pangan.
“Belanja negara kita memang tumbuh double digit sejak awal tahun, karena banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, terutama terkait Pemilu dan berbagai bantuan sosial untuk mengantisipasi dampak El Nino,” tambahnya.
Defisit APBN dan Stabilitas Ekonomi
Dengan pendapatan dan belanja negara tersebut, defisit APBN hingga akhir Agustus tercatat sebesar Rp153,7 triliun atau 0,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sri Mulyani menekankan bahwa angka ini masih sesuai dengan proyeksi yang telah ditetapkan dalam RUU APBN 2024. Keseimbangan primer juga mencatatkan surplus sebesar Rp161,8 triliun, yang menandakan kondisi fiskal yang cukup baik.
Sebagai instrumen penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, APBN tetap dioptimalkan sebagai “shock absorber” untuk melindungi masyarakat dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan di tengah tantangan ekonomi global yang masih terus berubah. Stabilitas ekonomi domestik juga terjaga, dengan inflasi yang berada di level rendah, yakni 2,12% year on year. Hal ini didukung oleh terkendalinya harga pangan di pasar.
Selain itu, neraca perdagangan masih mencatatkan surplus untuk bulan ke-52 berturut-turut. Meskipun terjadi penurunan surplus kumulatif, ekspor Indonesia masih kuat di angka 23,6 miliar USD, sementara impor tercatat di angka 20,7 miliar USD.
Pertumbuhan Ekonomi Nasional Masih Stabil
Menteri Keuangan juga menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menunjukkan tren positif. Konsumsi rumah tangga menjadi salah satu pendorong utama, dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di level tinggi, yakni 124,4. “Indeks ini menunjukkan konsumen masih memiliki kepercayaan tinggi untuk terus melakukan konsumsi,” kata Sri Mulyani.
Selain itu, Mandiri Spending Index terus menunjukkan tren peningkatan dan telah mencapai level 277,6, sementara indeks penjualan ritel juga tumbuh positif sebesar 5,8%. Namun demikian, Menkeu memberikan catatan mengenai Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia yang mulai masuk ke zona kontraksi. Hal ini perlu diwaspadai, meskipun pertumbuhan impor yang mencapai 9% diharapkan dapat mendorong kembali aktivitas manufaktur dalam negeri.
Dengan berbagai indikator tersebut, pemerintah optimis bahwa APBN 2024 akan terus menjadi instrumen yang efektif dalam menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah dinamika ekonomi global. (Aye/Sg).