SUARAGONG.COM – Dalam pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (18/9/2024), para pejabat PBB menyuarakan keprihatinan mendalam terkait krisis kemanusiaan yang semakin parah di Afghanistan. Masyarakat Afghanistan menghadapi ancaman besar, dengan jutaan orang terancam keselamatan dan kesejahteraan akibat kekurangan dana dan berkurangnya dukungan internasional. PBB mengingatkan bahwa situasi ini memerlukan perhatian serius dari komunitas global untuk mencegah bencana lebih lanjut.
Krisis Afghanistan : Jutaan Orang Terancam Keselamatan & Kesejahteraan Akibat Kekurangan Dana
Roza Otunbayeva, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Afghanistan dan Kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan, menjelaskan bahwa Rencana Respons Kemanusiaan Afghanistan tahun 2024 hanya mendapat pendanaan sekitar 30 persen dari total yang dibutuhkan. Dari USD 3 miliar yang diperlukan, hanya sekitar USD 900 juta yang tersedia. Ini berarti bahwa ratusan ribu anak-anak yang membutuhkan pengobatan akibat kekurangan gizi yang parah mungkin tidak akan mendapatkan bantuan yang diperlukan. Tanpa bantuan ini, anak-anak tersebut memiliki risiko kematian 12 kali lebih besar dibandingkan anak-anak yang sehat.
“Krisis ini semakin parah karena Afghanistan secara de facto terputus dari komunitas internasional,” kata Otunbayeva. Dengan sanksi yang diterapkan kepada banyak tokoh Taliban, akses mereka ke lembaga-lembaga multilateral sangat terbatas, termasuk kemampuan mereka untuk mengembangkan sektor swasta. Sanksi ini juga berdampak pada pembekuan aset Bank Sentral Afghanistan, yang menghambat potensi pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Krisis Kemanusiaan: Keprihatinan Dampak Undang-Undang Moralitas Baru di Afghanistan
Selain itu, Sima Sami Bahous, Direktur Eksekutif Urusan Perempuan PBB, menyuarakan keprihatinan. Terutama terkait dampak undang-undang moralitas baru di Afghanistan. Dimana memisahkan perempuan dari laki-laki dan juga mengisolasi mereka dari komunitas perempuan lainnya. Berdasarkan survei, hanya 22 persen perempuan Afghanistan yang secara rutin bertemu dengan orang di luar keluarga mereka. Sementara 18 persen lainnya tidak pernah bertemu siapa pun di luar lingkaran keluarga mereka.
Kesehatan mental perempuan Afghanistan juga menjadi sorotan, dengan 90 persen perempuan dan anak perempuan melaporkan kondisi kesehatan mental mereka buruk atau sangat buruk. Lebih dari itu, mayoritas dari mereka mengatakan kesehatan mental mereka semakin memburuk setiap kuartal. Bahous juga mencatat bahwa 8 persen perempuan di Afghanistan mengetahui setidaknya satu orang perempuan atau anak perempuan yang telah mencoba bunuh diri.
Berhenti Menormalisasi Diskriminasi terhadap Perempuan Afghanistan
Bahous menegaskan bahwa tindakan internasional harus berhenti menormalisasi diskriminasi terhadap perempuan Afghanistan. “Hentikan pengiriman delegasi yang seluruhnya laki-laki untuk bertemu dengan Taliban. Komitmenlah pada kesetaraan gender dalam interaksi internasional dengan otoritas de facto,” tegasnya.
Krisis kemanusiaan yang melanda Afghanistan adalah salah satu yang paling kompleks dan memerlukan pendekatan holistik dari komunitas internasional. Tanpa intervensi yang lebih kuat, jutaan orang, terutama perempuan dan anak-anak, akan terus terperosok dalam bahaya yang lebih besar. Bantuan yang mendesak sangat diperlukan, baik dalam bentuk dukungan finansial maupun diplomatik, untuk meredakan penderitaan dan memastikan keberlanjutan hidup masyarakat Afghanistan yang rentan. (Aye/Sg)