Tanggerang,Suaragong – Penanganan Permintaan bantuan teknis hukum dalam perkara perdata antar/lintas negara telah di realisasikan dalam sebuah Perjanjian Kerjasama (PKS) yang merupakan Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) bersama dengan Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor Nomor : 02/KMA/NK/IV/2023 – PRJ/HK/00001/04/2023/22. Pada (16/2) Kemarin.
Pada kelima perjanjian yang disepakati bersama tersebut mengatur beberapa mekanisme yang antaranya :
- Mekanisme Pengiriman dan Biaya Surat Rogatori dan Penyampaian Dokumen Peradilan dalam Perkara Perdata Lintas Negara;
- Standardisasi Surat Rogatori dan Surat Pengantar Bantuan Penyampaian Dokumen Peradilan dalam Perkara Perdata Lintas Negara;
- Pengiriman Surat Rogatori dan Penyampaian Dokumen Peradilan dalam Perkara Perdata Lintas Negara;
- Prosedur Operasional Standar Penanganan Permintaan Bantuan Teknis Hukum dalam Perkara Perdata Lintas Negara; dan
- Standardisasi Bukti Penerimaan Dokumen Peradilan dalam Perkara Perdata Lintas Negara.
Unit kerja yang menjadi pelaksana pelayanan piblik yaitu Direktur Jendral Protokol dan Konsuler berkomitmen untuk memberikan pelayanan public yang prima untuk menjalankan layanan bantuan teknis penanganan perkara perdata lintas negara sesuai dengan standard-nya. Tidak lupa juga dalam menunjang pelaksanaannya, digunakan aplikasi berbasis teknologi Informasi (IT) yang mana telah dikembangkan sebelumnya oleh Pusat Teknologi Informasi Kementerian Luar Negeri sebagai inovasi dalam pemberian layanan.
Maka dari itu inivasi dalam (PKS) itu slaah satunya ialah via API (Application Programming Interface). Melalui implementasi API Kemlu – MA, pertukaran data dapat dilakukan secara real-time dan memastikan informasi diteruskan secara terkini, akurat, dan aman.
PKS tersebut bertujuan untuk menjamin adanya hukum dan keadilan terlebih lagi teruntuk seseorang yang ingin mencari keadilan di luar negeri/lintas negara.
Terlebih lagi, hal ini guna menghilangkan hambatan dan tantangan geografis/Batasan negara. Dimana lagi di era globalisasi ini bisa berpotensi adanya interaksi atau hubungan antara WNI dan juga WNA yang bertabrakan. Kondisi ini pun menyebabkan peningkatan kasus perdata lintas negara baik di Indonesia, maupun di luar negeri yang dihadapi oleh masyarakat kita. (Aye/)