SUARAGONG.COM – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini mengungkapkan fakta mencengangkan mengenai perilaku judi online di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun antara 2017 hingga 2023, mayoritas pelaku judi online ternyata mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk aktivitas tersebut. Bahkan, masyarakat dengan penghasilan bulanan hanya sekitar Rp1 juta diketahui menghabiskan hampir 70% dari penghasilannya untuk berjudi di platform daring.
70 Persen Pendapatan Dihabiskan untuk Judi Online
Penemuan ini disampaikan langsung oleh Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana. Di dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Rabu (6/11/2024). Ivan menjelaskan bahwa saat ini, masyarakat yang berpenghasilan rendah—terutama mereka yang hanya memiliki penghasilan sekitar Rp1 juta per bulan—cenderung mengalihkan sebagian besar uang mereka untuk berjudi online. “Kalau dulu, orang dengan penghasilan Rp1 juta hanya akan menggunakan Rp100 ribu atau Rp200 ribu untuk judi online, sekarang hampir 70%-nya digunakan untuk judi,” ujar Ivan.
Statistik PPATK menunjukkan dampak serius Judol pada pengeluaran rumah tangga:
- Masyarakat yang berpenghasilan Rp1 juta per bulan mengalihkan 69,95% penghasilannya untuk judi online.
- Mereka yang berpenghasilan antara Rp1 juta hingga Rp2 juta menghabiskan 41,35% penghasilannya untuk berjudi online.
- Bahkan, mereka yang memiliki penghasilan lebih tinggi, antara Rp10 juta hingga Rp20 juta, pun mengalihkan 34,68% dari penghasilannya untuk judi online.
- Sedangkan, mereka yang berpenghasilan antara Rp2 juta hingga Rp5 juta, masih mengalokasikan 33,06% dari penghasilannya untuk aktivitas ini.
Menurut Ivan, angka ini menunjukkan kecanduan yang semakin dalam pada judi online, di mana masyarakat yang dulu hanya menghabiskan sedikit uang untuk berjudi, kini mulai mengalokasikan sebagian besar penghasilannya. “Masyarakat semakin ketergantungan. Dulu mereka hanya menghabiskan sedikit uang, sekarang mereka menghabiskan hampir seluruhnya,” kata Ivan.
Jumlah Pelaku Tertinggi Justru di Kalangan Berpenghasilan Rendah
Ivan juga menambahkan bahwa sebagian besar pelaku judi online berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. “Jumlah terbesar pelaku judi online adalah mereka yang berpenghasilan rendah. Antaranya Dengan deposit yang kecil—sekitar Rp100.000 hingga Rp1 juta,” ungkap Ivan. Ini menjadi perhatian serius mengingat efek buruk judi online tidak hanya berdampak pada keuangan, tetapi juga bisa mempengaruhi kesehatan mental dan kehidupan sosial masyarakat.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Meutya Hafid, juga menambahkan bahwa judi online tidak hanya menjadi masalah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Judi online, menurutnya, telah merambah ke berbagai kalangan, termasuk pejabat pemerintahan, kalangan pendidik, bahkan anggota partai politik. Dalam rapat yang berlangsung sehari sebelumnya, Meutya mengatakan, “Judi online ini sudah menyasar ke berbagai profesi. Bukan hanya kalangan bawah, tetapi juga di pemerintahan, pendidikan, dan bahkan di partai politik. Ini harus kita waspadai bersama,” kata Meutya.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk Komisi I DPR, tokoh masyarakat, pendidikan, dan agama, untuk bergandengan tangan dalam memerangi judi online. “Kita harus memerangi judi online bersama-sama, tidak hanya di kalangan masyarakat bawah, tetapi juga di kalangan atas, yang menggunakan berbagai metode, mulai dari game hingga platform lain,” tambahnya. (Aye/Sg)
Baca Juga : Gaes !!! Kementerian Komunikasi dan Digital Berantas Judi Online, 11 Pegawai Dinonaktifkan